Ketua MUI Ciamis: Cadar dan Celana Cingkrang Tak Melambangkan Radikalisme

JABARNEWS | CIAMIS – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ciamis menanggapi soal wacana larangan bercadar bagi perempuan muslim dikalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilontarkan Menteri Agama Fachrul Razi.

“Jilbab cadar merupakan pakain seorang muslim perempuan, dan itu merupakan kesempurnaan untuk menjaga kehormatan seorang perempuan dari auratnya,” ucap Ketua MUI Kabupaten Ciamis, KH. Ahmad Hidayat Sirodj kepada Jabarnews.com, diruang kerjanya, Senin (04/11/2019).

Baca Juga:  Ridwan Kamil Sebut Tingkat Kesembuhan Covid-19 Meningkat Sebesar 84,77 Persen

Pakaian itu menentukan sikap psikologis seseorang, seperti pemakaian cadar seorang perempuan, dia menunjukan sikap menjaga kesempurnaan dalam menjaga auratnya. Sebab manusia, laki-laki atau perempuan bersikap tergantung apa yang dipakai oleh dirinya.

KH. Amhad Hidayat Sirodj mengatakan bahwa seorang perempuan yang memakai cadar, pria bercelana cingkrang dan berjenggot jangan disangkut pautkan dengan Islam Radikal, itu semua fitnah.

Baca Juga:  Antisipasi Covid-19 saat Libur, Ridwan Kamil Lakukan Ini

“Justru orang yang menimbulkan kekacauan itu bukan orang yang bercadar atau pun celana cingkrang. Seperti kejahatan narkoba, korupsi dan lain sebagainya itu yang harus dipermasalahkan,” katanya.

Ia menambahkan jangan sampai perempuan bercadar di permasalahkan, bercadar itu adalah kesempurnaan, kelengkapan dan kehormatan seorang muslim perempuan.

“Berdasarkan syariat agama islam, bercadar merupakan suatu hal yang dianjurkan untuk menjaga kehormatan dirinya. Wanita adalah hiasan, termasuk wajahnya, supaya tidak terjerumus fitnah, dia menggunakan cadar,” tuturnya.

Baca Juga:  Ridwan Kamil: 52 Rumah Sakit Siap Tangani Pasien Covid-19

KH. Ahmad menjelaskan, yang terpenting ASN harus disiplin, taat peraturan, tidak melanggar agama, kalau tidak boleh bercadar dengan alasan keseragaman itu boleh-boleh saja.

“Kalau mutlak tidak boleh memakai cadar tapi jangan disangkut pautkan dengan radikalisme, nantinya bisa fitnah dan menimbulkan dosa,” pungkasnya. (CR1)