Napak Tilas Sejarah Penculikan Bung Karno di Rengasdengklok

JABARNEWS | KARAWANG – Berangkat dari sebuah pepatah kata yang diucapkan oleh tokoh bangsa, Ir. Soekarno ‘Bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya’. Dalam riwayat peristiwa sejarah gerakan pemuda tanah air ketika melakukan aksi penculikan sang proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia, Bung Karno, menuju ke pelosok daerah di Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.

Dalam sejarah perjuangan bangsa untuk memproklamasikan teks kemerdekaan tidak kalah penting dari sejarah tentang Djaw Kie Siong berikut rumah peninggalan yang kini dihuni oleh sejumlah keturunannya.

Rumah itu dianggap sebagai saksi sejarah perjalanan kemerdekaan Indonesia. Sehari sebelum proklamasi kemerdekaan, para pemuda “menculik” Sukarno-Hatta serta Fatmawati dan Guntur yang masih bayi, dan menempatkannya di rumah milik seorang tuan tanah Djiau Kie Siong.

Menurut Sejarawan Her Suganda dalam Rengasdengklok: Revolusi dan Peristiwa 16 Agustus 1945, lokasi rumah Djiau Kie Siong berada di sisi tanggul Sungai Citarum. Saat itu, banjir sering melanda daerah bagian utara Karawang, terutama pada musim hujan. Aliran sungai yang tak terkendali mengakibatkan beberapa bagian wilayahnya tergerus erosi.

Baca Juga:  PPKM di Cirebon Dinilai Tak Efektif, Imron Sebut Masyarakat Kurang Disiplin

“Karena khawatir rumahnya tergerus Sungai Citarum, pada tahun 1957 Djiau Kie Siong memindahkan bangunan rumahnya ke lokasi lebih aman. Sementara lokasi rumahnya yang lama, kini sudah berada di tengah aliran sungai Citarum,” tulis Her Suganda dilansir historia.id.

Kendati telah pindah, rumah Djiau Kie Siong dianggap sebagai rumah bersejarah tempat Sukarno-Hatta ketika diculik para pemuda.

Menurut Mohammad Hatta dalam Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, pada tamasya sejarah ke Rengasdengklok yang diadakan Partai Komunis Indonesia dan Partai Murba setelah 17 Agustus, diperingati dengan khidmat suatu “peristiwa yang tidak pernah terjadi,” tulis Hatta.

Baca Juga:  Pascaricuh Di Kanjuruhan, Arema FC Didenda Rp. 300 Juta

“Digembar-gemborkan bahwa pada 16 Agustus 1945 atas dorongan pemuda diadakan di sana rapat antara Sukarno-Hatta dan pemimpin-pemimpin pemuda, yang menelorkan konsep Proklamasi Kemerdekaan.”

Menurut Hatta, golongan pemuda dalam Angkatan Pemuda Indonesia di bawah Sukarni dan Chairul Saleh menginginkan agar proklamasi Indonesia dilakukan “secara revolusioner”, lepas dari segala yang berbau buatan Jepang. Bukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), tetapi Sukarno sendiri sebagai pemimpin rakyat. Karena itulah, mereka menculik Sukarno-Hatta. Namun, Sukarno-Hatta bersikeras bahwa proklamasi kemerdekaan harus melalui PPKI.

Lebih lanjut Hatta bercerita, pada tamasya itu diputuskan bahwa meja yang dipergunakan untuk “konferensi yang tidak ada itu” akan disimpan sebagai kenang-kenangan dalam museum sejarah di Yogyakarta atau Jakarta. Menurut Hatta, menyebut meja beserta satu set piring mangkok itu digunakan Bung Karno untuk makan hanyalah fantasi.

Baca Juga:  Jelang Musim Hujan, Inilah Tips Agar Terhindar dari Bahaya Listrik

“Waktu kami diculik oleh pemuda ke Rengasdengklok, rumah tuan tanah orang Tionghoa itu dikosongkan untuk kami dan yang empunya disuruh pindah ke tempat lain. Di mana dia tahu bahwa satu stel piring pinggan yang ditunjukannya itulah yang dipergunakan oleh Bung Karno?” ujarnya.

Kendati demikian, seperangkat meja dan kursi dari rumah Djiau Kie Siong kini tersimpan di Museum Mandala Wangsit Siliwangi, Bandung.

Diketahui, sosok Djiau Kie Siong merupakan seorang petani yang tinggal di sekitar Sungai Citaum. Djiaw Kie Siong adalah orang yang tidak terpikir akan muncul dalam sejarah Indonesia. Djiauw Kie Siong juga tergabung dalam tentara PETA (Pembela Tanah Air). (Red)