DPRD Purwakarta Kecewa Pengusaha Tambang Tidak transparan

JABARNEWS | PURWAKARTA – Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Purwakarta Alaikasalam, merasa kecewa dan menyesalkan ketidaktransparanan para pengusaha tambang batu pada saat hearing (dengar pendapat), di ruang gabungan Komisi, Kamis (7/11/2019).

Alaikasalam mengatakan, rapat ini sengaja digelar karena pendapatan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), yang dibebankan kepada Bapenda Purwakarta hingga memasuki Triwulan III, masih jauh dari harapan.

Pasalnya, dari 9 perusahaan yang masih aktif, pajak MBLB yang berhasil diraih Bapenda hanya Rp. 8,2 M dari target sebesar Rp. 55 M sebagaimana tertuang dalam APBD 2019.

“Bagaimana rumusan pengenaan pajak ini? Apa saja kendalanya? Kenapa capaian target Bapenda masih terlalu rendah? Kita ingin tahu will dari para pengusaha?,” kata Alaikasalam.

Dalam rapat yang berlangsung cukup alot dan sengit itu, masih terdapat kesimpangsiuran dalam menentukan hasil produksi yang terkena pajak antara Bapenda dan pengusaha.

Baca Juga:  Belasan Pohon di Kota Tasikmalaya Tumbang, Warga Diminta Waspada

Padahal, dalam UU No. 28/2009 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan khususnya ayat (1) Pasal 59 disebutkan dasar pengenaan pajak MBLB adalah nilai jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Ayat (2) menyebutkan Nilai Jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standard masing-masing jenis MBLB.

Lebih dari itu para pengusaha tambang seolah-olah berbelit-belit dan menutup-nutupi, ketika dicecar pertanyaan.

Sementara itu, Direktur PT Batu Cemerlang Andalan Eko dan Direktur PT Panca Putra Sejahtera Yogi bukannya menjawab pertanyaan secara eksplisit, tapi justru lebih banyak bercerita tentang teknis operasional perusahaannya seperti blesting (pengeboman) dan berapa besar bahan peledak yang digunakan.

Baca Juga:  Mulai Hari Ini Pertamina Turunkan Harga BBM

“Tidak semua hasil produksi yang terkena pajak MBLB, karena masih ada turunan Andesit, yaitu bescose, split, abu dll,” ujarnya

Di tempat yang sa,a, Kepala Bapenda Purwakarta Nina Herlina menerangkan, selama ini para pengusaha self assessment (menghitung sendiri) dalam penentuan pembayaran pajak, karena Bapenda tidak punya alat ukur.

“Harganya mahal, sekitar Rp. 1,5 M,” ujar Nina.

Nina mengungkapkan, setiap tahun pajak MBLB memang tidak pernah memenuhi target dalam APBD. Ia hanya berharap dari komitmen para pengusaha, karena mereka sendiri yang mampu menghitung.

Mendengar penjelasan Kepala Bapenda Purwakarta, anggota Komisi Komisi II DPRD Purwakarta Fitri Maryani menyarankan pihak Bapenda ke depannya harus lebih optimal dan lebih mampu mengestimasikan lagi dalam pemungutan pajak MBLB. Pasalnya, bukan buruk sangka, tetapi bisa saja sistem perhitungan pengusaha tambang tidak aktual.

Baca Juga:  Kincir Air Pipa Paralon Karya Siswa SMPN 3 Perbaungan Sergai

“Kalau memang sekarang pada perusahaan disyaratkan harus menyusun RKAB oleh Provinsi Jawa Barat sebelum operasional, maka Bapenda Purwakarta sebaiknya berkoordinasi dengan Bapenda Jawa Barat, bagaimana bisa mendapat tembusan dari RKAB itu, sehingga bisa terdeteksi volume produksi mereka setiap harinya,” ujar Fitri.

Untuk diketahui, hadir dalam rapat itu antara lain Ketua Komisi II Alaikasalam (Fraksi PKB), anggotanya Fitri Maryani (Fraksi Gerindra), Conrad Surawijaya (Fraksi DPN), Agus Sugianto, (Fraksi Berani), dan Putriarti Putik (Fraksi Golkar), perwakilan Bapenda Wilayah III Provinsi Jawa Barat Tedy dan jajarannya, Ketua Bapenda Nina Herlina, dan jajarannya, Kabag Hukum Setda Dani Abdurrahman, serta sejumlah pengusaha tambang batu yang beroperasi di Purwakarta. (Red)