Petrus Selestinus: KPK Gagal Cegah Korupsi Karena Kurang Dukungan Polri

JABARNEWS | JAKARTA – Mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Petrus Selestinus angkat bicara terkait polemik revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) No. 30 tahun 2002.

“Tugas utama KPK adalah mencegah dan memberantas korupsi sampai lembaga pemerintah yang menangani tindak pidana korupsi berfungsi secara efektif dan efisien,” ujar Petrus yang merupakan Advokat Peradi.

Apalagi usia KPK kata Petrus sudah berjalan 15 tahun. Artinya KPK lebih paham mana yang menjadi kekurangan dan kelebihan atau kekuatan UU No. 30 Tahun 2002 tersebut. Lalu apa saja yang menjadi kendala utama yang dihadapi KPK sehingga pemberantasan korupsi belum berhasil.

Baca Juga:  Sentra Vaksinasi Covid-19 di Pendopo Garut Digelar Hingga Akhir Tahun

Menurut Petrus, indikator suksesnya pemberantasan korupsi terletak pada apakah di kalangan Penyelenggara Negara sudah menjadikan perilaku hidup bersih dan bebas dari KKN sebagai bagian dari gaya hidup.

“Selama masyarakat khususnya Penyelengara Negara masih menjadikan KKN sebagi bagian dari gaya hidup, maka pemerintah dianggap gagal atau belum berhasil menciptakan ASN dan Penyelenggara Negara yang bebas dari KKN,” kata Petrus kepada Jabarnews.com, Rabu (11/9/2019).

Petrus menilai, KPK selama ini hanya memberantas kejahatan korupsi, sementara kejahatan nepotisme dan kolusi tidak pernah disentuh. Namun kata Petrus, kegagalan pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dibebankan kepada KPK yang seakan-akan hanya menjadi dosanya KPK, tetapi kegagalan itu terjadi karena kurangnya dukungan dari Polri dan Kejaksaan.

Baca Juga:  Keren, Robot Ini Imbau Masyarakat KBB Untuk Patuhi Protokol Kesehatan Covid-19

“Di Kepolisian ada bidang pemberantasan korupsi atau disebut Dirtipikor, begitu juga di Kejaksaan Agung ada JAMPIDSUS yang membawahi Direktur Penyidikan Tipikor. Namun demikian lembaga Tipkor di Polri dan Kejaksaan minim prestasi bahkan menjadi bagian dari korupsi itu sendiri,” tegasnya.

Atas dasar kewenangan KPK berdasarkan ketentuan pasal 14 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yaitu kewenangan “monitor”, maka terkait proses legislasi di DPR menyangkut revisi UU KPK, maka tidak ada alasan bagi DPR dan Pemerintah untuk tidak mendengar langsung dari pimpinan KPK segala hal ichwal tentang revisi UU KPK.

Baca Juga:  Prakiraan Cuaca Jawa Barat 5 Oktober 2018

“Apalagi terkait revisi ini mulai terjadi polarisasi di tengah masyarakat antara yang pro revisi dan yang kontra revisi UU KPK. Jiwa besar DPR dan KPK dituntut untuk duduk sama saling mendengarkan agar tidak ada dusta di antara kita,” tandasnya. (Odo)