Putri Gusdur Resmi Didapuk jadi Komisaris Garuda Indonesia

JABARNEWS | BANDUNG – Hari ini Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Zannuba Ariffah Chafsoh atau yang kerap disapa Yenny Wahid yang merupakan putri mantan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid menduduki jabatan komisaris independen Garuda Indonesia.

“Saya sebagai Kementerian BUMN akan memberhentikan Direktur Utama Garuda dan tentu proses pada ini karena perusahaan publik ada prosedurnya,” ujar Erick. 

Pengumuman itu disampaikan seusai rapat umum pemegang saham luar biasa atau RUPSLB PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Rabu, 22 Januari 2020.

Selain itu, hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) memutuskan untuk menunjuk Irfan Setiaputra sebagai Direktur Utama perusahaan. Ia menggantikan Direktur Utama sebelumnya Ari Askhara yang dicopot, karena skandal penyelundupan

Baca Juga:  Soal Kemunculan Harimau di Hutan Sukabumi, Warga Cicantayan Ngaku Punya Buktinya

Selain itu, RUPSLB menunjuk Triawan Munaf sebagai Komisaris Utama Garuda. Ia menggantikan Komisaris Utama sebelumnya Sahala Lumban Gaol.

Di jajaran komisaris, ada nama Triawan Munaf dan Yenny Wahid. Selain itu, ada nama Chairul Tanjung, Elisa Lumbantoruan, dan Peter F Gontha.

Yenny Wahid lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 29 Oktober 1974.

Yenny Wahid merupakan putri ke dua mantan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan Gus Dur dan Sinta Nuriyah. Yenny Wahid memiliki seorang kakak, Alisa Wahid dan dua orang adik, Anita Wahid dan Inayah Wahid. Yenny Wahid menikah dengan Dhorir Farisi dengan mas kawin 10 ekor sapi. Pasutri ini dikaruniai tiga orang anak.

Baca Juga:  Resmikan PLTS Terapung Cirata Terbesar di Asia Tenggara, Presiden Jokowi Bilang Begini

Yenny Wahid tercatat pernah menempuh studi Psikologi di Universitas Indonesia. Atas saran ayahnya, Yenny sebelum memutuskan keluar dari Universitas Indonesia dan menekuni studi Jurusan Visual di Universitas Trisakti, ia melanjutkan studi administrasi publik di Universitas Harvard, Boston.

Yenny Wahid pernah menjajaki karier sebagai wartawan. Ia bertugas sebagai reporter di Timor-Timur dan Aceh. Yenny menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara tahun 1997 dan 1999. Liputan Yenny mengenai Timor Timur pascareferendum bahkan mendapatkan anugrah Walkley Award.

Baca Juga:  Ridwan Kamil Klaim Telah Tambah 60 Ribu Hektare Areal Panen Baru

Ketika ayahnya menjadi Presiden, Yenny memutuskan untuk mendampinginya dan menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik. Setelah Gus Dur tidak lagi menjabat sebagai presiden, Yenny memperoleh gelar Master’s in Public Administration dari Universitas Harvard di bawah beasiswa Mason. Sekembalinya dari Amerika tahun 2004, Yenny hingga kini menjabat sebagai direktur Wahid Institute. (Red)