Relevansi Taman Siswa KH Dewantara Orientasi Sistem Pendidikan Kini

Penulis: Pipin Lukmanul Hakim (Kader HMI Cabang Kabupaten Bandung).

Sistem Pendidikan di Indonesia perlu banyak kita ketahui dari berbagai hal, bukan hanya memandang baik atau buruknya seseorang yang memimpin sistem pendidikan kini. Atau bahkan melihat latar belakang sebelumnya. Jika hanya stop disitu saja penglihatan kita, maka akan menjadi ego yang enggan menerima sebuah perubahan baru. Nah, bagaimana sistem pendidikan di Indonesia saat ini?, lalu seperti apa input dan bagaimana nanti out-putnya. Bagaimana sistem pendidikan di Indonesia pertama kali di konsep oleh Ki Hajar Dewantara.

Sedikit mengingatkan buah pemikiran bapak pendidikan Indonesia, KH. Dewantara, konsep yang dituangkan beliau mengenai pendidikan yang diwujudkan melalu lembaga pendidikan Taman Siswa memberikan sebuah harapan baru untuk kemajuan bangsa Indonesia. Di jelaskan selanjutnya, Taman yang berarti tempat bermain bisa pula menjadi tempat belajar, dan Siswa berarti murid. Taman Siswa ini sebuah sekolah yang mampu bertahan pada tiga jaman, yakni jaman colonial Belanda, Jepang lalu masa kemerdekaan hingga saat ini, dengan berbasis budaya lokal masyarakat jawa. Buah pemikiran KH. Dewantara dengan prinsip pendidikan yang humasi dan religious, sangat relevan bila menyikapi perkembangan terkini pendidikan di Indonesia.

Secara history kala Indonesia masih di jajah oleh Belanda pendidikan sangat dijaga ketat oleh Belanda. Karena Belanda tahu melalui pendidikan akan terjadi perlawanan halus kepada Belanda saat berada di Indonesia bahkan di akui akan menyulitkan bagi Belanda saat itu. Tidak hanya disitu saja, Belanda memiliki tiga poin politik etis diantaranya ; Irigasi, Migrasi dan Edukasi. Dari poin Edukasi, belanda saat itu mendirikan sekolah dengan gaya barat, namun sekolah tersebut tidak untuk mencerdaskan rakyat Indonesia. Pendidikan yang tersedia itu hanya mengajarkan cara membaca, menulis dan menghitung.

Kemudian munculnya sistem pendidikan dari massa islam yang diwakili oleh pondok pesantren, dan pendidikan “swasta pro-bumi” seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah. Menjadi sebuah golongan baru yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Seketika perjuangan yang bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak beridirinya Budi Utomo tahun 1908. Lalu semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Pasca itu, para tokoh pendidikan lainnya seperti Muhammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmd Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya.

Baca Juga:  Umur Sudah Kepala Tiga Tapi Ingin Tetap Awet Muda, Gimana Caranya?

Tidak berhenti sampai ini, Belanda mendirikan sekolah-sekolah atas dasar kebutuhan praktis yang berkaitan dengan berbagai bidang pekekrjaan. Adapun kebutuhan praktis mendasar ialah untuk menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik pegawai negeri maupun pegawan swasta. Saat itu pula kurikulum mengalami kekacauan (Radikal) dengan masuknya ide-ide liberal yang bertujuan mengembangkan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial.

Namun sangat berbeda pada masa kolonial Jepang, banyak perubahan dalam segala aspek termasuk pendidikan. Sistem yang bersifat militeristik dengan misinya menguasai Indonesia. Hal itu di tujukan agar menghasilkan tentara yang siap menang dalam perang bagi Jepang. Bahkan Jepang menghapuskan dualism pendidikan pasa masa itu, menjadikannya pendidikan sama bagi semua orang. Berbahasa Indonesia diwajibkan dalam dunia Pendidikan, Kantor bahkan setiap hari dalam kehidupan. Lalu bahasa Jepang sebagai bahasa kedua saat itu dan bahasa Belanda dilarang. Jepang pun mendirikan sekolah guru dengan sistem indoktrinasi mental iedologis, dan pembinaan murid dan pemuda dengan taiso (senam pagi).

Hingga pendidikan ini terus berangsur mengalami perubahan dimasa kemerdekaan, masa pembangunan, dan reformasi. Disimak dari uraian diatas bahwasanya pendidikan ini sangat penting agar masyaratkat mampu berfikir, berprilaku dan memiliki mental. Bukan sekedar bisa membaca, menulis maupun menghitung. Di Indonesia kini, sistem pendidikan seperti apalagi yang akan diterapkan, menyimak birokrasi mewacanakan berbagai penerapan sistem pendidikan yang dianggap akan sesuai dengan jaman. Namun perubahan seperti apa untuk pendidikan masa kini.

Pendidikan sebagai suatu sistem sosial, dimana terdapat hubungan erat yang mempengaruhi sistem lainnya seperti budaya, ekonomi, politik, agama dan lainnya. Diakui sisi lain dalam pengkajian sistem pengganti Ujian Nasional itu bisa menjadi sebuah inovasi baru dalam sistem pendidikan di Indonesia. Namun harus benar-benar secara matang dan penerapan hingga kedepannya dapat memunculkan sebuah perubahan pada kualitas SDM yang lebih baik. Untuk masa emas tahun 2024 SDM Indonesia harus sudah mampu menerka-nerka dari tahun-tahun sebelumnya, jika yang dicita-citakan perubahan sistem pendidikan ini untuk mewudkan SDM unggul.

Berbicara SDM unggul ini tidak bisa hanya satu bulan-satu tahun, mungkin akan butuh bertahun-tahun. Mengapa demikian, sejatinya harus sering melihat ke bawah. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan pendidikan layak. Bahkan untuk berada di suatu lembaga yang dapat pengorganisirannya pun jauh dari kata perbaikan demi SDM unggul. Meski dengan segala penyebutan dalam dunia pendidikan ini telah di terapkan yakni pendidikan merata, wajid sekolah 9 tahun, hingga sekolah gratis. Namun fakta di lapangan pendidikan yang alakadarnya saja sudah sulit didapatkan bagi sebagian masyarakat.

Baca Juga:  Gabung Borneo FC, Wildan Dan Billy Hanya Dipinjamkan

Sehingga kita semua harus mengingat apa yang ingin di capai oleh Ki Hajar Dewantara dimasanya. Kini menjadi pendidikan ini semakin berat pada sebagian kalangan yang mengeluhkan. Sedangkan banyak tawaran solusi dari pemerintah untuk meringankan beban rakyatnya. Namun lagi-lagi wacana meringankan tersebut malah menjadi senjata yang menjepit sehingga rakyat dibawah menjerit. Harus diakui sisi baiknya, pula dalam memandang wacana baru pemerintah saat ini. Patut untuk berpastisipasi dalam melakukan perwujudan sebuah inovasi pada dunia pendidikan.

Kembali pada pemikiran yang dituangkan Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitik beratkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidak utuhan perkembangan sebagai manusia.

Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.

Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa saat itu. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Adapun maksud dari pendirian Taman Siswa-nya itu adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional.

Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia.

Baca Juga:  Kota Bandung Masih Tutup 23 Ruas Jalan, Dishub: Bukan Batasi Aktivitas, Tapi..

Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati, pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual. Pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan, hendaknya pendidikan dapat memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan. Pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.

Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh “care and dedication based on love”. Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the hand”.

Sehingga penulis menilai dalam keadaan sekarang ini sudah seharusnya lebih segala terbantu mengenai sistem pendidikan yang akan diterapkan secara modern, namun tidak menghilangkan esensi dari membentuk manusia yang lebih manusiawi. Meski tidak bisa ditampik akan terdapat sebuah kekurangan, apalagi mengenai setiap inovasi penerapan sistem baru. Maka akan terdapat banyak sekali evaluasi dari berbagai sudut pandang nantinya. Apalagi mengenai dunia pendidikan, sebabnya itu pemerintah harus bekerja keras untuk memperbaharui sistem pendidikan kini. Apalagi untuk membenahi SDM Indonesia yang unggul dalam segala aspek. Tentunya pemikiran matang pada suatu konsep ini akan berdampak pada pendidikan yang layak bagi setiap individu. Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal demikian masih sangat relevan konsep Taman Siswa Ki Hajar Dewantara diterapkan oleh berbagai sekolah hingga kini. (*)

Tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis.