YLKI Tanggapi Rencana Biaya Isi Saldo Uang Elektronik

JABAR NEWS | JAKARTA – Terkait rencana adanya biaya isi saldo uang elektronik (e-money) mendapatkan tanggapan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Dalam siaran Persnya belum lama ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, secara filosofis apa yang dilakukan Bank Indonesia (BI) justru bertentangan dengan upaya mewujudkan cashless society dan merugikan konsumen.

Baca Juga:  Pos Indonesia Promo Produk UMKM Di Gebyar Ramadhan 2021

Seperti diketahui BI diyakini bakal menerbitkan peraturan pemungutan biaya isi saldo e-money di akhir September 2017.

Menurut Tulus, dengan cashless society sektor perbankan lebih diuntungkan, daripada konsumen.

“Perbankan menerima uang dimuka, sementara transaksi atau pembelian belum dilakukan konsumen. Sungguh tidak fair dan tidak pantas jika konsumen justru diberikan disinsentif berupa biaya top up,” kata Tulus.

Baca Juga:  Mal di Kota Bogor Kembali Beroperasi Lagi, Ini Syaratnya

Tulus menegaskan, seharusnya dengan model e-money, konsumen layak mendapatkan insentif, bukan disinsentif. Pengenaan biaya top up hanya bisa ditoleransi jika konsumen menggunakan bank berbeda dengan e-money yang digunakan.

“YLKI mendesak Bank Indonesia untuk membatalkan peraturan tersebut,” tegasnya.

Baca Juga:  Pria Muda Ditemukan Tewas Tergantung di Hutan Pinus Perhutani

Tulus menambahkan tidak pantas pula jika sektor perbankan dalam menggali pendapatan lebih mengandalkan “uang recehan”.

“Seharusnya keuntungan bank berbasis dari modal uang yang diputarnya dari sistem pinjam meminjam. Bukannya mencatut transaksi recehan dengan mengenakan biaya top up,” tambahnya. (Red)

Jabar News | Berita Jawa Barat