Moeldoko: RUU Omnibus Law Ciptaker Perhatikan Hak Buruh

JABARNEWS | JAKARTA – Pemerintah segera serahkan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) yang telah digodok di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah juga memastikan tidak ada kepentingan dan hak buruh yang terabaikan.

“Tidak merugikan tenaga kerja tetapi juga memudahkan investor,” ujar Kepala Staf Kepresidenan, Dr. Moeldoko pada Selasa (11/02) di Bina Graha, Kompleks Istana. Moeldoko yang didampingi Plt. Deputi V Bidang Politik, Hukum, Hankam dan HAM, Jaleswari Pramodhawardani menyampaikannya ketika menerima kunjungan aliansi Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas).

Baca Juga:  Kemenag Purwakarta Imbau KBIH Jangan Nekat Berangkatkan Jamaah Haji

Dr. Moeldoko memastikan bahwa Omnibus Law Ciptaker dibuat untuk mencari titik keseimbangan antara kepentingan buruh dan pengusaha. Dia juga mempersilakan aliansi buruh menginventaris seluruh kekhawatiran dan isu terkait Omnibus Law Ciptaker.

“Nantinya akan ada public hearing yang dilakukan di DPR,” katanya.

Terkait isu Tenaga Kerja Asing (TKA), pemerintah sangat mempertimbangkan kondisi pasar kerja dalam negeri. Penggunaan TKA akan dengan cermat memperhatikan jenis pekerjaan, jabatan, syarat kompetensi jabatan dalam hubungan kerja dan waktu tertentu.

Baca Juga:  Disebut Bisa Hindari Sesak Napas, Ini Kecanggihan Gelang Oppo Band

“TKA yang datang hanya yang punya keahlian khusus yang tidak dimiliki tenaga kerja Indonesia,” kata Moeldoko.

Pada pertemuan tersebut Aliansi Gekanas meminta pemerintah tidak tergesa-gesa dalam penyusunan Omnibus Law Ciptaker.

“Perlu ada keterbukaan kepada publik dan pihak terkait agar pembahasan RUU tak menimbulkan kegaduhan,” kata Koordinator Gekanas, R. Abdullah.

Gekanas mengusulkan agar hak-hak pekerja di UU Ketenagakerjaan bisa dipertahankan dan bahkan ditambahkan.

“Hak pekerja itu penting menyangkut kesejahteraan”, pungkasnya.

Baca Juga:  Cegah Penularan Corona, ODGJ di Purwakarta Jadi Sasaran Vaksinasi Covid-19

Diketahui setelah naskah RUU selesai di pemerintah, draf setebal dua ribu halaman itu akan dibahas oleh DPR. Ada mekanisme rapat dengar pendapat umum (RDPU). Berbagai pihak terkait dapat melakukan inventarisasi masalah untuk meluruskan perundang-undangan.

Dalam prosesnya Omnibus Law telah melibatkan para akademisi dari perguruan tinggi. Sehingga menghasilkan 170 pasal dan 15 bab. Selesai tahap ini, selanjutnya dilakukan sosialisasi lewat 31 kementerian lembaga dan anggota parlemen sebagai wakil rakyat. (Red)