Penggiat Budaya Kuningan Pertanyakan DKK

JABARNEWS | KUNINGAN – Lembaga-lembaga kesenian produk pemerintah di Jawa Barat belakangan mengalami penurunan kinerjanya. Sehingga berimbas ke daerah-daerah tak terkecuali Kabupaten Kuningan, khususnya Dewan Kesenian Kuningan (DKK) mengalami “mati suri” cukup lama.

Jadi tak heran apabila ada pihak yang mempertanyakan eksistensinya. Dikarenakan organisasi tersebut sudah bermetamorfosis menjadi Dewan Kebudayaan.

Deri (38) dari komunits Barudak Totopong Kuningan (Batok) salah satunya menyoroti keberadaan DKK.

“Saya bertanya sama temen-temen, apakah dulunya di Kuningan ada lembaga sejenis kebudayaan yang menaungi kiprah para seniman, budayawan dan lainnya?,” tanyanya dengan mimik serius, Kamis (13/2/2020).

Jika ada, lanjutnya, tentu pihaknya dari generasi muda ingin memberikan sumbangsih pemikiran dan kekaryaan untuk menstimulasi khazanah budaya Kabupaten Kuningan. Dirinya tidak berpikir jauh tentang kebudayaan yang belum ada di Kabupaten Kuningan. Tapi minimal yang sudah ada kita rawat dan dilestarikan sebagaimana mestinya.

Apalagi, sambung Deri, organisasi kesenian atau kebudayaan bentukan pemerintah seharusnya berjalan sesuai dengan fungsinya. Jika pemerintah membentuk steckholder kemudian tidak berkerja maksimal. Tentu harus dipertanyakan.

Baca Juga:  Langgar Kode Etik, Dua Anggota Polres Subang Dipecat

“Sebab sedikitnya ada uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan di sana,” ujar Deri.

Selain itu, kata Deri, tentu etos kerja lembaga tersebut harus ditunjukan secara optimal. Sebab banyak garapan kebudayaan atau lebih kecilnya kesenian yang belum tergarap secara optimal, malahan lebih cenderung diabaikan dan tidak mendapat perhatian semestinya dari lembaga kesenian itu sendiri.

“Kenapa saya mempertanyakan lembaga itu dan etos kerjanya? Dua minggu yang lalu saya diberitahu dan diajak melaksanakan riuangan di bungkirit (Taman Kota Bungkirit) oleh teman-teman seniman. Rencananya membentuk Dewan Kebudayaan Kuningan (DKK). Rapatnya sudah dua kali dan dikonsultasikan ke pak Sekda Dr.H. Dian Rahmat Yanuar,M.Si dan sudah dibentuk tim formatur” terangnya.

Dirinya masih belum mengetahui latar belakang rencana pembentukan Dewan Kebudayaan di Kabupaten Kuningan. Seharusnya, sebelum dibentuk agar tidak menjadi persoalan ke depan. Perlu adanya pendataan dan sosialiasi. Tanpa itu semua, pihaknya merasa tidak yakin apabila di Kuningan tidak ada budayawan, seniman dan pekerja kreatif seni yang menumbuhkembangkan bidang itu. Tanpa diajak bicara terlebih dahulu.

Baca Juga:  Ini Peringatan KPK untuk Pejabat Jelang Lebaran

Sementara itu, Dodo Suwondo, salah seorang pengurus DKK ketika dihubungi menjelaskan, DKK memang ada dan sebagian pengurusnya masih ada (hidup). Ketua Umumnya Totom Subita Rustaman dan Sekjennya N. Ding Masku. Mereka masih menjalankan aktifitas keseniannya masing-masing dengan cara masing-masing pula.

“Mengenai rencana adanya pembentukan Dewan Kebudayaan Kuningan memang sudah tercium sejak dua tahun lalu. Ketika Kepala Dinas Pariwisata dijabat Tedi Suminar. Pernah membicarakan masalah organisasi itu. Selain kepada dirinya, Tedi juga berbicara dengan Djodjo Hamzah dan Wawan Hernawan. Namun pembicaraan itu belum ada tindaklanjut sampai sekarang,” ungkapnya.

Memang, kata Dodo, di Jawa Barat Dewan Keseniannya sudah bermetamorfosis menjadi Dewan Kebudayaan Jawa Barat dengan ketuanya Ganjar Kurnia. Tentu di Kabupaten Kuningan pun harus menyesuaikan dengan keberadaan lembaga itu di Jawa Barat.

Baca Juga:  Bantu Program Pemerintah, Toyota Siap Produksi Mobil Hybrid

“Jika ada pihak yang mempertanyakan organisasi itu wajar saja,” terangnya.

Dodo menjelaskan, Dewan Kebudayaan lahir tidak ujug-ujug. Organisasi itu merupakan peleburan dari lembaga yang ada. Dan memang benar, seperti diungkapkan saudara Deri bahwa pengurus DKK yang lama harus diajak bicara, juga para senior lainnya. Karena, landasan atau pijakannya sudah ada. Hanya bagaimana kedepannya. Harus dirembukan kembali sesuai khitah organisasi.

“Organisasi kebudayaan atau kesenian yang paham ya para budayawan dan seniman bukan pihak lain. Bukan tidak boleh mengurusi tapi kapasitasnya apakah memahami, menguasai dan minimal sudah menciptakan karya yang mumpuni untuk memperoleh gelar budayawan atau seniman itu sendiri. Gelar seniman misalnya, hanya diperoleh orang dengan susah payah berkarya bukan hanya omong belaka,” jelas Dodo Suwondo yang di tahun 2019 menerbitkan buku puisi genre Jepang yakni Haiku. (Din)