Ternyata Ini Referensi Ridwan Saidi yang Timbulkan Kontroversi

JABARNEWS | BANDUNG – Budayawan Ridwan Saidi melontarkan pernyataan kontroversi usai menyebut tak ada kerajaan di Ciamis. Bahkan dirinya menyebut Kerajaan Sunda Galuh artinya brutal.

Pernyataan ini tentu melawan arus pemahaman sejarah yang mapan. Pernyataan kontroversial Ridwan soal Ciamis dan Kerajaan Galuh ini ada dalam Video berdurasi 12 menit 31 detik dengan judul ‘GEGEER !! TERNYATA KERAJAAN KERAJAAN DI INDONESIA SANGAT DITAKUTI DI DUNIA’ yang diunggah 12 Februari 2020.

“Saya mohon maaf dengan saudara dari Ciamis. Di Ciamis itu nggak ada kerajaan, karena indikator eksistensi kerajaan itu adalah indikator ekonomi, Ciamis penghasilannya apa? Pelabuhannya kan di selatan bukan pelabuhan niaga, sama dengan pelabuhan kita di Teluk Bayur, bagaimana membiayai kerajaan,” ujar Ridwan.

Kemudian video pernyataan tersebut menjadi viral di media sosial. Dalam video tersebut telah ditonton lebih dari 30 ribu kali. Dalam video tersebut pernyataan Ridwan yang dikenal sebagai budayawan ini dipublikasikan di channel YouTube Macan Idealis.

“Lalu diceritakanlah ada raja Sunda Galuh. Sunda galuh saya kira agak keliru penamaan itu, karena galuh artinya brutal, jadi saya yakin tidak ada peristiwa Diah Pitaloka, wanita dari Sunda Galuh itu dipanggul-panggul dibawa ke Hayam Wuruk untuk dikawinin. Itu yang dikatakan perang bubat, sedangkan bubat itu artinya lapang olahraga bukan nama tempat. Jadi di bubat yang mana dia perang. Juga di Indonesia tidak ada adat perempuan mau kawin dijunjung-junjung dianterin ke rumah lelaki itu kagak ada, itu tidak Indonesia,” tuturnya.

Baca Juga:  Jokowi Restui Kaesang Pangarep Berkiprah Politik di PSI: Udah Gede

Mulanya, pria yang akrab disapa babe ini mengatakan perlunya pembuktian akan adanya kerajaan di Ciamis. Dia menyebut selama ini para peneliti hanya mengandalkan sumber dari dokumen babad.

“Pertama kita balik, yang bilang kerajaan ada di Ciamis harusnya membuktikan. Kan banyaknya babad, kalau dari historiografi, agak sulit membuktikannya kalau lewat babad,” kata Ridwan Saidi.

Dia lantas menyatakan soal perlunya meneliti situs Batu Rompe di Ciamis. Selain itu, dia memakai dasar referensi buku karya Bernard Grun.

“Menurut saya yang harus diangkat dari Ciamis itu situs Batu Rompe. Itu bisa, kuat. Karena membuktikan peradaban baru. Itu menurut Bernard Grun dalam The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events’. Jadi menurut die, Jawa sama Sumatera telah mengenal teknik pertanian yang maju abad kelima,” tutur Ridwan.

Baca Juga:  Pemkot Depok Keluarkan Surat Edaran Pedoman Peringatan HUT RI, Simak Isinya

Tak hanya memakai buku karya Bernard Grun. Dia juga memakai buku karya Claudius dan Josephus.

“Iya bukunya Claudius Ptolemaeus yang ‘Geographia’, kita pakai dasar-dasar sejarah abad masehi. Dari situ kita itung, itu kuat. Untuk situs rompe, ‘Historica’ karya Josephus kita mesti baca juga. Yang mendasar tiga itu. Untuk membentuk metodologi kita,” ujar Ridwan.

“Kita harus penelitian sih, dari buku-buku Indonesia kita nggak bisa pakai. Jadinya pakai buku dari luar,” sambungnya.

Dikutip dari laman Goodreads, ‘The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events’ karya Bernard Grun’ adalah karya yang menerangkan kronologi tujuh ribu tahun momen penting dalam sejarah, agama, sains, dan seni dalam format yang dirancang untuk referensi cepat. Buku ini pertama kali terbit pada 1946.

Baca Juga:  FBJ Sebut Banyak Masalah Dalam Pengelohan Sampah di Jabar

Bernard Grun sendiri adalah ahli musik. Dia lahir di bagian Ceko dari kerajaan Austro-Hungaria lama serta pernah mengenyam pendidikan hukum dan filsafat di universitas-universitas Praha dan Wina. Saat itu ia telah menetap di London selama beberapa dekade. Grun hampir sama terkenalnya dengan seorang sejarawan yang memiliki bakat ensiklopedis–punya pengetahuan luas tentang pelbagai hal.

Sementara itu, Josephus, yang disebut Ridwan menerbitkan karya pada abad ke-1 Masehi, tentu hidup enam abad sebelum Sriwijaya berdiri. Josephus merupakan seorang sejarawan Yahudi.

Adapun Claudius Ptolemaeus, yang disebut Ridwan juga sama, hidup di abad ke-1 Masehi, jauh sebelum Sriwijaya berdiri. Sebagaimana yang tertulis di laman Asosiasi Riset Roman Roads, Claudius Ptolemaeus atau Ptolemy merupakan orang Romawi keturunan Makedonia yang bekerja di Alexandria Mesir pada kuartal kedua abad pertama Masehi. Dia menulis sejumlah risalah, dari soal filsafat hingga geografi.

Untuk diketahui, tiga buku yang dijadikan dasar Ridwan ternyata adalah buku yang juga dipakainya untuk menyatakan Kerajaan Sriwijaya itu fiktif. (Red)