GP Ansor Kritik Omnibus Law RUU Cipta Kerja

JABARNEWS | JAKARTA – Gerakan Pemuda Ansor mengkritik Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang sebelum diserahkan ke DPR disosialisasikan oleh pemerintah.

Menurut GP Ansor, RUU tersebut tidak jujur dan mengutamakan kepentingan pengusaha.

“RUU yang tidak jujur. Karena dalam pengamatan dan kajian kami, RUU ini lebih merupakan RUU yang menitikberatkan pada investasi dan investor daripada menciptakan lapangan kerja dan para pekerja,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas melalui siaran pers yang diterima Jabarnews.com, Selasa (18/2/2020).

GP Ansor juga menilai pemerintah meyakinkan publik agar menerima RUU ini lebih dengan argumen memperbanyak investasi dan menarik investor daripada narasi bagaimana menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja bagi banyak usia kerja produktif Indonesia agar lebih berdaya di era industri 4.0.

Baca Juga:  Kabar Baik untuk Guru Honorer, Tahun Ini Kemendikbud Buka Ratusan Ribu Formasi PPPK

Menurut Yaqut, ada komunikasi publik yang buruk dari pemerintah kepada rakyat, dan sebaliknya, hingga akhirnya RUU ini disusun secara tidak jujur.

Dia mengatakan, jika pemerintah memiliki komunikasi publik yang baik, rakyat bisa diyakinkan bahwa revisi UU Investasi dan Penanaman Modal agar lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tren ekonomi yang lebih ramah lingkungan (eco-friendly) sekaligus berkelanjutan.

“Sama pentingnya dengan RUU Cipta Kerja yang menjamin dan mengupayakan semua usia produktif Indonesia, khususnya para pemuda, bisa bekerja dan memiliki kehidupan yang baik, sejajar dengan para pekerja di negara-negara maju,” ujarnya.

GP Ansor menilai penyusunan RUU Cipta Kerja ini tidak mengikuti pola penyusunan undang-undang yang baik dan demokratis.

Hal ini, kata dia, bisa dilihat bagaimana RUU Cipta Kerja yang menurut GP Ansor lebih tepat sebagai Omnibus Law RUU Investasi yang hanya dikonsultasikan kepada publik melalui Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Konsultasi Publik Omnibus Law (Kepmenko Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019) yang melibatkan hampir seluruh asosiasi pengusaha, pengusaha, dan pejabat pemerintahan (provinsi dan kabupaten/kota).

Baca Juga:  Pasca Insiden Hujan Batu, Bupati Garut Surati Pemprov Jabar

“Konsultasi sama sekali tidak melibatkan asosiasi atau serikat pekerja dan organisasi kepemudaan yang juga ikut menaungi banyak pemuda berusia produktif Indonesia, yang sebenarnya menjadi principal role occupants atau pelaksana norma utama, sekaligus target sesungguhnya dari pemberlakuan RUU ini,” jelas Yaqut.

GP Ansor juga mengkritik para kepala daerah dan para tokoh tidak menyikapi RUU ini untuk memperjuangkan salah satunya pemuda usia produktif.

“GP Ansor tidak melihat, membaca, dan mendengar bagaimana Anies Baswedan, Airin Rachmi Diany, Abdullah Azwar Anas, James Riyadi, Didik Rachbini, Erwin Aksa, Joko Supriyono, Pandu Patra Sjahrir, Indroyono Soesilo, dan 117 Anggota Satgas Omnibus Law menyuarakan kepentingan para pekerja maupun pemuda usia produktif terkait RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini, atau justru mereka sebenarnya lebih lantang di ruang kedap suara memperjuangkan kepentingan investor, pemilik modal, dan pengusaha maupun penguasa,” jelasnya.

Baca Juga:  Sebanyak 1.310 Wanita di Kota Bandung Sandang Status Janda Baru

Sebagai penutup, GP Ansor melihat RUU Omnibus Law ini lebih sebagai RUU Obscure Law. Oleh karena itu, GP Ansor mendesak DPR mengembalikan RUU tersebut ke pemerintah agar dikaji lagi dengan benar, dan mengkomunikasikannya dengan baik dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama para principal role occupants. (Red)