Buruh se-Jabar Seruduk Gedung Sate Tolak Pengasahan Omnibus Law

JABARNEWS | BANDUNG – Ribuan aliansi buruh se-Jawa Barat kembali memadati kawasan depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro No 22, Kota Bandung, Senin (16/3/2020). Dalam aksi tersebut aliansi buruh menolak pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

Berdasarkan pantauan Jabarnews.com, dalam aksinya para buruh membentangkan berbagai macam spanduk yang bertuliskan menolak Omnibus Law dan RUU Cipta Kerja.

Selain itu, mesti diguyur hujan deras para buruh tetap bertahan. Sementara itu, terlihat polisi yang berjaga mengamankan aksi buruh tersebut.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar, Roy Jinto mengatakan, saat ini pihaknya dan buruh se-Jabar menyatakan sikap untuk Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Kemudian pihaknya menuntut Pemerintah untuk membatalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan menarik usulan dari DPR RI.

“Kami juga menuntut DPR RI untuk menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan mengembalikan usulan RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) tersebut kepada Pemerintah,” kata Roy disela-sela aksinya.

Jinto juga menegaskan menuntut Gubernur dan DPRD Jabar untuk membuat surat penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja kepada Presiden RI dan DPR RI.

Dia menyatakan RUU Omnibus Law Cilaka sebenarnya adalah Revisi UU No. 13 Tahun 2003 yang dibungkus dengan cover cipta kerja agar buruh dan rakyat terkecoh dan terkelabui dengan judulnya.

“Isinya itu memiskinkan buruh dan rakyat atas nama UU dengan hilangnya kepastian pekerjaan, kepastian penghasilan, dan kepastian jaminan sosial. Oleh karena itu sudah seharusnya kaum buruh, elemen mahasiwa dan kelompok masyarakat Lainnya menyatakan menolak RUU Cilaka ini secara bersama-sama,” tegasnya.

Berikut beberapa subtansi isi RUU Cilaka yang menjadi alasan penting bagi kaum buruh untuk menolak:

1. Masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) tidak punya skill bekerja, apalagi dengan dihapusnya wajib izin Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

2. Hubungan Kerja dengan sistem kerja PKWT dan Outsoursing untuk semua jenis pekerjaan tanpa ada batasan waktu (seumur hidup).

3. Hapusnya Upah Minimum, dengan dihapusnya Upah Minimum Kabupaten/Kota UMK dan UMSK, serta berlakunya Upah Perjam (satuan waktu), Upah Borongan (satuan hasil) dan Upah Industry Padat Karya.

4. Dihapusnya kewajiban perusahaan untuk membuat struktur dan skala upah;

5. PHK dipermudah dengan sistem (easy hiring, easy firing) dengan menghapus pasal kewajiban mencegah PHK, dan prosedur PHK;

6. Dihapusnya Hak Cuti Yang Harus Dibayar Oleh Perusahaan antara lain RUU Cilaka ini menghapus hak cuti haid, gugur kandungan, cuti melahirkan, cuti menjalankan ibadah, cuti menikah, cuti menikahkan anak, cuti mengkhitankan anak/membatiskan anak, cuti menjalankan tugas negara, cuti menjalankan tugas serikat pekerja dll;

7. Dihapusnya Hak Buruh untuk mengajukan gugatan ke PHI apabila terjadi PHK sepihak;

8. Hilangnya Pesangon karena dengan sistem kerja kontrak/PKWT dan Outsoursing selamanya maka secara otomatis tidak ada kewajiban perusahaan membayar pesangon;

9. Penghargaan Masa Kerja berkurang dan penggantian hak di hapus;

10. Hilangnya sanksi pidana dalam pelanggaran hak normatif pekerja/buruh;

11. Hilangnya Jaminan sosial dengan sistem hubungan kerja yang fleksibel dan sistem upah perjam, borongan maka jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan pensiun akan hilang;

12. Masih banyak pasal-pasal dalam RUU Cilaka ini yang merugikan dan menyengsarakan kaum buruh. (Rnu)