Biar Gak Keliru! Ini Bedanya Sosial Distancing Dengan Lockdown

JABARNEWS | BANDUNG – Sebagai langkah pencegahan penyebaran virus Covid-19, Pemerintah RI mengimbau masyarakat untuk melakukan social distancing atau isolaso sosial. Secara sederhana, social distancing diartikan sebagai mengurangi aktivitas di luar rumah dan menjauhi keramaian agar rantai penularan virus corona bisa terhenti.

Selama melakukan social distancing, bukan berarti orang-orang tidak bisa melakukan aktivitas rutin. Bekerja, belajar, dan beribadah dapat dijalankan di rumah. Sementara itu, jika mendesak harus keluar rumah pastikan selalu menjaga jarak dengan orang di sekitar dan menjaga kebersihan dengan mencuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer.

Upaya “social distancing” perlu dipahami sebagai salah satu bentuk pencegahan penularan COVID-19, selain untuk mengurangi beban layanan kesehatan masyarakat.

Definisi dari “social distancing” adalah mengurangi jumlah aktivitas di luar rumah dan interaksi dengan orang lain dianggap mampu mengurangi kontak tatap muka langsung.

Langkah ini termasuk menghindari pergi ke tempat-tempat yang ramai dikunjungi, seperti supermarket, bioskop, dan stadion.

Baca Juga:  Ramalan Zodiak Keuangan 1 Juni 2022, Pemilik Rasi Bintang Aquarius dan Pisces

Saat menerapkan “social distancing”, lembaga otoritas kesehatan di negara bagian New South Wales (NSW Health), Australia, mengatakan pergi ke kantor atau menggunakan transportasi umum masih diperbolehkan. Namun, kita harus menjaga jarak setidaknya 1,5 meter dari orang lain, meski pakar kesehatan mengatakan hal ini tidak bisa diterapkan di segala situasi.

Mereka yang memilih metode ini sebagai tindakan pencegahan juga perlu menghindari acara-acara sosial, seperti kumpul-kumpul bersama keluarga atau teman, termasuk ke pesta pernikahan.

Kontak fisik secara langsung, seperti berjabat tangan, berpelukan, serta berciuman juga harus tidak dilakukan, karena virus corona menyebar lewat “droplet”, atau tetesan air liur.

Tak hanya “social distancing”, beberapa negara juga menerapkan “lockdown” yang ketat. Namun di negara-negara lain, “lockdown” belum tentu berhasil menekan lajut penyebaran virus.

Berbeda dengan “social distancing” yang sifatnya masih berupa imbauan dan dilakukan atas kesadaran tiap individu, status “lockdwon” adalah tindakan yang dilakukan pemerintah dengan “memaksa” menutup sejumlah tempat dan kawasan.

Baca Juga:  PSBB Ke-13 di Bogor, Penutupan Taman Umum Nyaris Setahun

Saat ini sejumlah negara di Eropa telah menutup tempat-tempat seperti sekolah, universitas, cafe, restoran, dan bioskop, atau pada dasarnya yang ramai dikunjungi warga.

“Lockdown” adalah situasi yang melarang warga untuk masuk tempat atau tempat karena kondisi darurat. “Lockdown” juga bisa berarti negara yang menutup perbatasannya, agar tidak ada orang yang masuk atau keluar dari negaranya.

Istilah “lockdown” adalah menutup semua tempat-tempat yang dianggap “tidak vital”, seperti restoran, bioskop, dan tempat pariwisata. Tapi supermarket, apotek, bank, dan layanan publik, seperti transportasi umum, masih beroperasi, meski ada pembatasan siapa dan berapa orang yang bisa masuk dalam satu tempat.

Dari beberapa contoh negara di Eropa, status “lockdown” tidak selamanya berarti menerapkan “social distancing”.

Meski “lockdown” sudah diberlakukan sejak 9 Maret, sejumlah warga Italia dilaporkan masih bersosialisasi. Akibatnya jumlah kasus positif corona malah naik menjadi 21.000, setelah status “lockdown” diberlakukan.

Baca Juga:  Dewan Pers Minta Oknum Wartawan Minta THR Ditolak

Italia masih menjadi negara di Eropa yang paling parah terdampak virus corona, dengan jumlah kematian sudah melebihi 1.400 orang hingga akhir pekan kemarin.

Perbedaan antara istilah “lockdown” dan “social distancing” telah membuat kebingungan banyak warga, termasuk di Australia dan Indonesia.

Ketidakpahaman soal definisi keduanya juga membuat kepanikan yang berlebihan. Warga takut jika “lockdown” diberlakukan, maka mereka tidak bisa lagi berbelanja kebutuhan hidup, sehingga mereka memborong barang-barang di supermarket karena merasa panik.

Padahal di beberapa banyak negara, mereka masih bisa berbelanja, bekerja, saat status “lockdown” diberlakukan, meski pergerakannya dibatasi.

Dengan memahami perbedaan kedua istilah ini, kita bisa menerapkan tindakan mana yang lebih efektif untuk mencegah penyebaran virus corona, tidak hanya untuk melindungi diri sendiri, tapi juga memikirkan kondisi kesehatan orang lain. (Red)