Limbah Bekas Penanganan Covid-19 di Jabar Capai 12 Ton Per Hari

JABARNEWS | BANDUNG – Wabah virus corona membuat pemerintah Indonesia menetapkan status darurat kesehatan masyarakat karena jumlah pasien positif telah menembus ribuan orang. Pemerintah dan masyarakat diminta mewaspadai penumpukan limbah medis dari hasil penanganan pasien corona.

Limbah corona merupakan jenis limbah berbahaya atau B3 (bahan berbahaya dan beracun). Di Jawa Barat cukup banyak limbah corona. Mulai bulan April jumlahnya mencapai 24 ton per hari, meningkat dari sebelumnya 12 ton per hari.

Limbah medis adalah segala jenis sampah yang mengandung bahan infeksius (atau bahan yang berpotensi infeksius), berasal dari fasilitas kesehatan seperti tempat praktik dokter, rumah sakit, praktik gigi, laboratorium, fasilitas penelitian medis, serta klinik hewan.

Bagaimana penanganan limbah corona di Jabar?

Dilansir dari Humas Pemprov Jabar, Sabtu (4/4/2020), Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat (Jabar) melalui PT Jasa Medivest (Jamed) meningkatkan kapasitas penanganan limbah B3 infeksius dari 12 ton per hari menjadi 24 ton per hari mulai April 2020. Hal itu dilakukan sebagai upaya mengantisipasi lonjakan limbah medis terkait pandemi COVID-19 di Jabar.

PT Jamed sendiri merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jasa Sarana yang fokus dalam pengelolaan limbah medis, berlokasi di kawasan Dawuan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Baca Juga:  Pemkab Bogor Tetapkan 13 Kecamatan Zona Merah Covid-19

Adapun limbah medis merupakan segala jenis sampah yang mengandung bahan infeksius (atau bahan yang berpotensi infeksius), berasal dari fasilitas kesehatan seperti tempat praktik dokter, rumah sakit, praktik gigi, laboratorium, fasilitas penelitian medis, serta klinik hewan.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil menuturkan, Jamed yang mempunyai fasilitas canggih pengelolaan limbah medis dapat menjadi solusi bagi penanggulangan limbah COVID-19 untuk provinsi lainnya.

“Dalam situasi pandemi COVID-19 berdampak pada peningkatan limbah medis. Jasa Medivest dapat mendukung manajemen penanggulangan mulai dari hulu sampai hilir. Kapasitas pengelolaan telah ditingkatkan. Bagi provinsi lain yang meminta bantuan limbahnya untuk diolah dapat dibantu di sini,” tutur Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA), Lina Tri Mugi Astuti menyebutkan, rata-rata pasien menyumbang 14,3 kilogram limbah medis per hari. Dengan asumsi ada 600.000 orang yang dirawat di Indonesia, maka penambahan limbah B3 bakal mencapai 8.500 ton per hari.

Secara terpisah Direktur Jasa Medivest Olivia Allan mengatakan, peningkatan kapasitas pemusnahan limbah medis menjadi 24 ton per hari ini dengan mengoperasikan dua mesin.

Pemusnahan menggunakan insinerator berbasis teknologi “Stepped Heart Controlled Air” dengan dua proses pembakaran bersuhu 1.000-1.200 derajat celcius, dilengkapi pula alat kontrol polusi udara. Mesin pembakaran mampu menetralkan emisi gas buang seperti partikel-partikel, acid gas, toxic metal, organic compound, CO, dioxin dan furan, sehingga gas buang yang dikeluarkan dapat memenuhi parameter standar baku emisi internasional.

Baca Juga:  Ini Prioritas Pj Bupati Indramayu Selama Pilkada Serentak 2020

“Dalam kejadian bencana akan ada korelasi dengan peningkatan limbah medis, biasanya dari korban atau pasien. Sampah medis umumnya masker dan sarung tangan. Namun dengan pandemi COVID-19, limbah medis bertambah dari tenaga medis, seperti dari alat penyelamat kesehatan, salah satunya alat pelindung diri (APD). Jumlahnya sangat banyak karena sekali pakai,” kata Olivia.

China yang telah melewati fase puncak COVID-19, volume limbah medisnya mencapai 182.000 ton sejak akhir Januari.

Olivia menekankan, ribuan ton limbah medis penyakit infeksi menular dari SARS-CoV-2, virus korona jenis baru ini tak bisa ditangani dengan cara biasa. Sampah medis ini harus cepat dimusnahkan karena dapat berdampak terhadap lingkungan hidup, kesehatan dan keberlangsungan hidup manusia, serta mahluk hidup lainnya.

“Pemusnahan selain untuk menghindari potensi infeksi, juga terdapat risiko dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab yang ingin mencari untung. Sampah rumah tangga saja kalau tidak dimusnahkan dapat menjadi sarang penyakit, apalagi ini dari virus penyakit menular,” ujarnya.

Baca Juga:  Tak Disangka! Ini Manfaat Tanaman Patah Tulang Sebagai Tumbuhan Herbal

Olivia menyinggung pula, menghadapi pandemi COVID-19 yang merupakan fenomena baru, pengelolaan menggunakan standar operasional prosedur (SOP) khusus, disertai dengan langkah-langkah disinfeksi ketat.

Menurut dia, Jamed telah melayani pemusnahan limbah medis dari sejumlah wilayah di luar Jabar, di antaranya DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Limbah medis juga datang dari sejumlah rumah sakit rujukan di Indonesia, termasuk belum lama ini dari 68 WNI eks anak buah kapal Kapal Pesir Diamond Princess. Filter udara kapal ini juga turut dimusnahkan.

“Saat ini juga sedang dijajaki sampah medis dari Wisma Atlet Kemayoran untuk dimusnahkan di Jamed,” katanya.

Olivia menuturkan, apa yang dilakukan Jasa Medivest sebagai upaya pencegahan, juga untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.

Dirinya mengingatkan penanganan yang tepat bagi limbah medis bekas penanganan pasien corona. Yaitu menyimpan limbah paling lama dua hari. Kemudian memusnahkannya menggunakan pembakaran minimal dengan suhu 800 derajat Celcius. Hasilnya kemudian dikemas dan diberi label beracun.

“Kemudian menyosialisasikan kepada masyarakat untuk secara mandiri mengelola limbah medis. Seperti memotong masker sekali pakai sebelum membuangnya. Kemudian pemerintah bisa menyiapkan tempat sampah khusus untuk pembuangan limbah medis rumah tangga,” tutupnya. (Red)