Anggaran Rp3,5M DPRD Purwakarta Raib Ditelan Pandemi

Penulis: Raka Prasetyo- Perhimpunan Mahasiswa Purwakarta (PERMATA) Cabang Bandung.

Penyebaran virus corona mulai merebak ke berbagai macam Negara setelah Negara Cina merilis menemukan jenis virus baru yang bernama Covid-19 pada akhir tahun 2019. Namun penyebaran virus ini di Indonesia semakin masif mulai awal tahun 2020. Masifnya penyebaran virus diketahui setelah ribuan orang dinyatakan positif dan meninggal dunia karena covid-19, hal tersebut menyebabkan kepanikan pada masyarakat.

Untuk memutus rantai penyebaran virus, pemerintah mengambil beberapa lahkah kebijakan salah satunya adalah penerapan PSBB berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB. Namun penerapan PSBB memaksa masyarakat untuk mengurangi aktivitas dan mobilitas, yang menyebabkan sektor ekonomi semakin memburuk dan pekerja-pekerja banyak diPHK dan dirumahkan oleh perusahaan.

Untuk menjamin stabilitas ekonomi, pemerintah mengeluarkan Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Kebijakan yang telah diambil membuat perubahan yang cukup drastis pada pengelolaan anggaran belanja Pemerintah pusat dan daerah.

Baca Juga:  Kisah Haru Pertemuan Dedi Mulyadi dengan Pasutri Pemulung

Tapi yang sangat mengejutkan bagi masyarakat Purwakarta yaitu terjadinya perubahan anggara belanja oleh DPRD Kabupaten Purwakarta sebesar Rp3,5M yang digunakan untuk bantuan sosial berupa sembako kepada Masyarakat. Uang tersebut adalah anggaran peralihan dari biaya oprasional kunjungan anggota dewan. Namun yang menjadi permasalahan terjadi pada mekanisme pendistribusian bantuan sosial berupa sembako oleh anggota dewa.

Sebenarnya ada dua pilihan mekanisme pendistribusian bantuan tersebut, pilihan yang pertama yaitu anggota dewan bisa menyalurkan bantuan langsung kepada masyarakat, dan yang kedua adalah bisa dilimpahkan kepada pemerintah daerah melalui Dinas Sosial. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat melalui ilustrasi skema dibawah ini:

Tetapi dilihat dari kondisi yang terjadi di atas kertas atau di lapangan, kedua opsi tersebut juga bermasalah. Permasalahan tersebut mungkin tidak kita sadari sebagai masyarakat karena sulitnya mendapatkan informasi yang terjadi di dalam birokrasi, ditambah kepanikan kita menghadapi pandemi. Namun jangan sampai kepanikan ini menimbulkan bias controlling terhadap kinerja pemerintah. Dan untuk permasalahan-permasalahan yang ada akan saya uraikan di bawah ini.

Baca Juga:  Arsul Sani Resmi Dilantik Jadi Hakim Konstitusi

Permasalahan yang terjadi jika opsi pertama dilakukan dengan mendistribusikan bantuan tersebut kepada masyarakat langsung oleh anggota dewan itu sendiri. Akan terjadi Lost Controlling terhadap anggaran tersebut, ditambah kondisi real disetiap dapil di Purwakarta tidak merasakan adanya bantuan sembako oleh anggota DPRD.

Berkurangnya pengawasan dalam penggunaan anggaran itu berpotensi terjadinya praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Kenapa hal tersebut bisa terjadi, karena tugas DPRD bukan untuk mengeksekusi suatu program, akan tetapi DPRD itu memiliki fungsi legislasi, controlling dan budgeting. Jika opsi pertama ini dilakukan, maka DPRD Kabupaten Purwakarta menyalahi kodrat dan berpotensi melakukan praktik KKN.

Namun bagaimana dengan opsi kedua?. Permasalahan apa yang muncul kalau opsi kedua ini dilakuka. Opsi kedua ini dilakukan dengan cara pelimpahan anggaran bantuan dari DPRD kepada Pemerintah Daerah melalui Dinas Sosial. Mungkin secara administrasi sudah benar karena pemerintah daerah yang berfungsi sebagai badan eksekutif dan bertugas untuk mengeksekusi suatu program.

Baca Juga:  Pembangunan Era Jokowi Indonesia-sentris, Bukan Jawa-sentris

Namun dilapangan ditemukan kejanggalan, tidak ditemukan program bantuan sembako dari DPRD Purwakarta. Akan tetapi melihat dari perkembangan terbaru, DPRD Purwakarta mengkolaborasikan kedua opsi tersebut dengan cara mendapatkan data mayarakat yang membutuhkan bantuan melalui Dinas Sosial tetapi mendistribusikan bantuan sembako sebesar 3,5M tersebut secara mandiri oleh anggota dewan sesuai dapilnya masing-masing. Tentu saja cara ini juga menyalahi kodrat dan berpotensi adanya praktik KKN juga suatu bentuk politisasi bantuan sosial.

Untuk meluruskan agar tidak terjadi bias dan sebagai bentuk tanggung jawab, seyogyanya DPRD dan Pemerintah Daerah Purwakarta transparan perihal pendistribusian bantuan sosial dalam menangani dampak pandemi Covid-19. Jangan sampai adanya situasi seperti ini dimanfaatkan untuk melakukan prakti-praktik yang menyalahi aturan. (*)

Tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis.