DPR Usul Cetak Uang, Pengamat: Hati-hati

JABARNEWS | BANDUNG – Pengamat Ekonomi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Setia Mulyawan angkat bicara soal usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mencetak uang sebesar Rp.600 triliun yang akan digunakan untuk menutup kebutuhan anggaran penanganan pandemi Covid-19 harus disikapi dengan hati-hati.

Menurutnya, uang bukanlah instrumen yang berdiri sendiri, fungsi uang adalah sebagai alat tukar atas barang dan jasa. Jika, jumlah uang beredar diperbanyak dengan cara mencetak uang tanpa mempertimbangkan produktivitas masyarakat dalam menghasilkan barang dan jasa, maka nilai uang akan turun drastis.

Baca Juga:  Resmi Jadi Tersangka, Peneliti BRIN AP Hasanuddin Terancam 6 Tahun Bui

“Dampak pandemi Covid-19 telah menyebabkan tingkat produktivitas masyarakat menurun, terganggunya rantai penciptaan nilai tambah, terganggunya proses penciptaan barang dan jasa di masyarakat,” kata Mulyawan kepasa jabarnews.com, Minggu (03/5/2019).

“Jika penambahan jumlah uang tidak diimbangi oleh penambahan barang dan jasa, maka nilai uang akan melemah, dampaknya pada inflasi yaitu kenaikan harga-harga yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat,” tambahnya.

Baca Juga:  Gandeng Pemkot Bandung, PZU dan YBM PLN Luncurkan Program Bedah Rumah

Mulyawan menilai kebijakan mencetak uang juga akan mengganggu stabilitas nilai tukar. Saat wabah Covid-19 melanda Indonesia, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi menembus angka psikologis lebih dari Rp.16.000.

“Keadaan ini jangan diperparah dengan cara mencetak uang. Untuk itu respon BI untuk tidak melakukan pencetakan uang seperti diusulkan DPR perlu diapresiasi. Bukan jumlahnya yang perlu ditambah dengan cara mencetak uang, tetapi peruntukkan dana APBN yang harus ditata ulang agar lebih tepat sasaran,”jelasnya.

Baca Juga:  Teken Perda Kamtibmas dan RPJMD, Ridwan Kamil: Dasar Hukum Kendalikan Covid-19

Seharusnya, lanjut Mulyawan, pemerintah harus memangkas anggaran-anggaran yang tidak mendesak, kemudian dialihkan untuk membiayai belanja yang lebih fokus pada penanganan Covid-19, lebih berdampak langsung pada peningkatan daya beli masyarakat terdampak.

“Jika langkah mencetak uang terpaksa harus dilakukan, maka pemerintah harus memastikan bahwa pemanfaatan uang tersebut sasarannya tepat yaitu masyarakat miskin yang terancam kelaparan. Jangan sampai uang tersebut kembali beredar pada kelompok masyarakat yang justru sudah memiliki kelebihan uang,” tutupnya. (RNU)