Tsunami PHK, Akibat Corona atau Kelalaian Negara?

Penulis: Kanti Rahmillah, M.Si. (Pegiat Literasi Purwakarta)

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta melaporkan bahwa hampir separuh dari keseluruhan jumlah tenaga kerja di Kabupaten Purwakarta mulai terdampak oleh pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Sekitar 23.288 pekerja dari 104 perusahaan yang mengalami dampak secara langsung maupun tidak langsung, 1.093 orang di antaranya terkena PHK. Jumlah tersebut hampir setengah dari keseluruhan tenaga kerja di Purwakarta, yakni 48.972 orang. (pikiran-rakyat.com 19/04)

Sentra Industri lain tak jauh berbeda. Bahkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan di tengah pandemi Covid-19 sejauh ini mencapai 7 juta orang. (cnbcindonesia.com 8/05)

Gelombang PHK telah menjadi konsekuensi atas lesunya perekonomian Indonesia. Bahkan keberadaannya telah menjelma menjadi tsunami yang tak bisa dikendalikan bahkan oleh negara adidaya.

Di masa Pandemi ini masyarakat dihantui oleh dua hal yaitu kematian akibat corona dan dan kematian akibat kelaparan. Terlebih Sentra Industri yang menjadi jantung perekonomian Indonesia, telah menjadi kota yang paling terpukul atas lesunya perekonomian global. Lantas apakah ini adalah ulah Corona?

Kegagalan Kapitalisme Melindungi Pekerja

Sebelum Pandemi, sebenarnya perekonomian sudah terancam resesi, akibat situasi yang tidak menentu lantaran perang dagang dan konflik politik. Sebagai buktinya, Sejumlah negara telah mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dan IMF telah memangkas 2 kali proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019.

Maka dari itu keberadaan wabah ini sebenarnya hanya sebagai pemicu hancurnya sektor-sektor ekonomi yang pada dasarnya sudah rapuh. Yang pada gilirannya akan mempercepat resesi menuju krisis ekonomi global. Ibarat seseorang yang memiliki penyakit kronis, lalu dia terinfeksi virus corona. Tentu dampaknya akan semakin memperparah kondisi pasien tersebut.

Baca Juga:  Tiga Kekurangan Whatsapp Web Saat Diakses Di Komputer Dan Laptop

Lebih jauh, sistem ekonomi kapitalismelah yang menjadi penyebab krisis ekonomi global. Karena sistem ekonomi kapitalisme bertumpu pada sektor non riil. Lihat saja krisis ekonomi tahun 1930. Bermula dari harga saham naik yang menyebabkan jumlah spekulan dan volum perdagangan saham semakin tinggi. Hal demikian menyebabkan sektor riil lesu lalu terjadilah bubble economy yang menurunkan bursa saham. Saat itulah PHK besar-besaran terjadi.

Sistem ekonomi kapitalisme pun berkonsentrasi pada sektor sekunder bukan primer. Banyak otoritas ekonomi yang memprioritaskan sektor sekunder dan tersier sebagai mesin untuk pertumbuhan ekonominya. Lihat saja sektor industri yang terdampak signifikan hampir kesemuanya dari sektor sekunder bahkan tersier. Seperti sektor pariwisata, sektor keuangan, sektor transportasi, sektor pertambangan, konstruksi, dan otomatif. Yang pada akhirnya PHK besar-besaran terjadi di sektor ini.

Sedangkan industri primer seperti pertanian, peternakan,perkebunan tidak begitu terkena dampak. Karena dalam kondisi apapun manusia membutuhkan makanan, sehingga industri primer akan relatif lebih stabil.

Berbeda dengan sistem ekonomi islam yang tidak mengenal sistem ekonomi non riil. Menjadikan sistem ekonomi islam hanya berjalan diatas ekonomi riil. Inilah yang menyebabakan sistem ekonomi Islam relatif lebih stabil. Begitupun sektor primer akan sangat diprioritaskan, sehingga dampak wabah pun tidak begitu besar terhadap para pekerja.

Baca Juga:  Polres Pematangsiantar Ungkap Peredaran Narkoba, Empat Orang Diamankan

Kebijakan Kontraproduktif Memperparah Kondisi Ekonomi

Selain sistem ekonomi kapitalisme yang rentan krisis, menjadi penyebab utama lesunya perekonomian. Kebijakan pemerintah yang kontraproduktif pun seolah menjadi jalan mulus menyengsarakan rakyat.

Saat jutaan warga Indonesia kena PHK, pemerintah malah mengijinkan 500 TKA China masuk ke provinsi Sulawesi Tenggara. Bukannya menyelesaikan permasalahan rakyatnya, pemerintah malah sibuk memfasilitasi para pengusaha kelas kakap.

Solusi yang diberikan pada warga yang kena PHK pun tak menyentuh akar masalahnya. Malah menciptakan kartu Pra Kerja yang isinya pelatihan online agar mudah mencari kerja. Padahal, mereka di PHK lantaran banyak perusahaan yang terdampak wabah ini. lantas pada kondisi saat ini, perusahaan mana yang akan menampung mereka?

Akhirnya, lagi-lagi program kerjanya beraroma pesanan pengusaha. 5,6 Triliun anggaran kartu pra kerja akan diberikan sebagain besar pada mitra pemerintah, seperti Ruang Guru. Apalagi UU Omnibuslaw Cilaka di DPR yang jelas menguntungkan pengusaha, malah dibahas tergesa saat rakyat butuh pertolongan. Sedangkan polemik Bansos yang berhubungan dengan rakyat, cenderung dibiarkan.

Seharusnya, pemerintah fokus pada terselesaikannya pandemik ini dengan karantina total. Karena setelah pandemik ini berakhir, kondisi ekonomi akan berangsur pulih. Namun yang dilakukan pemerintah sungguh kontraproduktif. Alih-alih menghentikan pergerakan manusia, pemerintah malah membuka moda transportasi umum kembali, agar perekonomian tetap jalan. Bukankah ini menjadi pintu tersebarnya wabah ke daerah-daerah?

Padahal dalam situasi saat ini, prioritas kebijakan haruslah pada keselamatan nyawa masyarakat. Adapun kebutuhan anggaran dalam situasi seperti sekarang bisa diambil dari anggaran yang tak urgen dilakukan saat ini. Seperti Infrastruktur, termasuk di dalamya proyek pemindahan ibu kota yang anggarannya tak disentuh sama sekali. Malah tunjangan guru yang akan di sunat.

Baca Juga:  Ini Info Penting Bagi Laki-laki di Indonesia

Sungguh kebijakan yang membingungkan dan tumpang tindih. Kebijakan yang hanya berputar pada pemulihan ekonomi, bukan terselesaikannya masalah. Karena jika pemerintah tidak membatasi pergerakan warganya jangan berharap wabah ini berakhir. Padahal, konsekuensi atas lamanya wabah menjangkiti warga adalah meroketnya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah.

Sebenarnya, islam telah mengajarkan pada kita bahwa nyawa manusia lebih berharga dari dunia dan isinya. Itu artinya keselamatan jiwa menjadi prioritas atas seluruh kebijakannya. Rasulullah Saw. telah mencontohkan saat adanya wabah dengan karantina total.

Sehingga ekonomi bangsa akan pulih seiring dengan berakhirnya wabah. Selama wabah, seharusnya pemerintah benar-benar fokus pada rakyatnya. jika ada rakyatnya yang membutuhkan pertolongan, pemerintah harus menjadi yang terdepan dalam memenuhinya, karena memang itulah kewajibannya.

Bantuan sosial jangan dimaknai beban negara, namun itu adalah bagian dari hak rakyat kepada negaranya. Agar mereka bisa menjalani masa karantina ini dengan lebih ringan. Sekarang ini Indonesia seperti negeri autopilot. Rakyat disuruh berjuang sendiri dalam menghadapi wabah ini di tengah kebijakan yang tak berpihak pada mereka.

Mudah-mudahan wabah ini segera berakhir dan rakyat Indonesia menemui kesejahteraannya. (*)

Tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis.