Cuan Bisnis Kue Lebaran Kian Lesu Di Tengah Pandemi Corona

JABARNEWS | GARUT – Tidak terasa bulan suci Ramadan akan berakhir, menandakan hari raya Idul Fitri akan segera tiba. Sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia untuk bersilaturahmi ke rumah kerabat dan rekan di hari lebaran.

Saat menyambut para tamu dan sanak saudara, setiap keluarga umumnya menyiapkan berbagai kue kering untuk disantap bersama-sama sambil bercengkerama hangat. Di antara berbagai jenis kue kering khas lebaran yang ada saat ini, ada beberapa macam yang menjadi favorit banyak orang.

Kue kering enggak melulu soal putri salju, kastengel, dan nastar. Sebenarnya ada banyak kue kering tradisional yang bisa kamu cari saat lebaran nanti.

Baca Juga:  Terapkan Edukasi Ekosistem Di Desa Salem Purwakarta

Kecamatan Bungbulang di Kabupaten Garut bagian selatan memiliki sejumlah makanan khas. Selain wajit, makanan khas terkenal dari kecamatan berjuluk Kandangwesi ini adalah opak dan tengteng.

Banyak orang dari luar Garut yang menggemari kedua makanan oleh-oleh tersebut. Setiap lebaran, baik opak maupun tengteng, banyak diserbu pembeli sehingga para pembuatnya pun selalu dibuat sibuk mengolah panganan berbahan dasar beras itu.

Saking larisnya, salah seorang pembuat tengteng di Bunbulang — Ade Jenab, mengaku mampu menjual 300 pak per harinya. Kondisi itu sangat terbalik dengan lebaran tahun ini di mana pemasaran tengteng sangat lesu.

Baca Juga:  Pengemudi Ojol Di Kabupaten Bekasi Wajib Baca Ini

“Gara-gara wabah corona itu memang pengaruhnya sangat besar. Pemasaran tengteng dan opak tidak selaris pada waktu-waktu sebelumnya ketika suasana normal,” kata pemilik perusahaan tengteng merk “Jembar” itu, Jumat (22/5/2020).

Ade menuturkan, pada lebaran tahun ini mau menghabiskan 50 pak tengteng per hari pun sulitnya minta ampun. Sebab, tengteng hanya dipasarkan di kawasan Bungbulang saja, alias tidak sampai ke luar daerah.

Baca Juga:  Raynanda Natrix 'Digigit' Ular Saat Wawancara, Ini yang Dilakukannya

“Sejak wabah corona muncul, tidak ada pembeli dari luar daerah yang datang ke sini. Begitu pun para pembuat Tengteng di Bungbulang tidak ada yang berani memasarkan ke luar daerah,” ujarnya.

Karena pemasaran lesu, Ade mengaku kini stok tengteng di gudang penyimpanan menumpuk menunggu ada yang membeli. Untungnya, meski tanpa bahan pengawet, daya tahan tengteng cukup lama sehingga kualitasnya tetap terjaga.

“Paling lama sebulan lah daya tahannya. Kalau setelah sebulan tidak laku-laku, terpaksa tengteng yang ada di gudang itu kami buang,” tutupnya. (Red)