Mal di Bandung Tidak Dilonggarkan Untuk Beroperasi, Kenapa?

JABARNEWS | BANDUNG – Dinilai meningkatkan risiko penularan Covid-19, pusat perbelanjaan atau mal di Kota Bandung tidak termasuk tempat yang dilonggarkan untuk beroperasi saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara proposional.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan keputusan tersebut mempertimbangkan risiko potensi kerumunan. Karena pusat perbelanjaan dinilai bisa meningkatkan risiko penyebaran COVID-19 karena kerumunan orang.

“Kita perlu dulu persiapan penyesuaian, jadi mal itu tidak termasuk yang sekarang dilonggarkan,” kata Ema di Bandung, Sabtu.

Baca Juga:  Dinonaktifkan Terkait Kasus Penembakan Brigadir J, Ini Pengganti Hendra Kurniawan di Karopaminal Divpropam Polri

Sedangkan selama PSBB proporsional berlangsung di Kota Bandung, pertokoan yang boleh buka hanyalah pertokoan yang bersifat mandiri di luar kompleks pusat perbelanjaan.

“(Toko di luar mal) boleh tapi yang individu, tapi 30 persen, alat olahraga yang gitu boleh, jadi toko mandiri istilahnya. Tapi kalau kawasan mal, nanti dulu. Mal sabar dulu, walaupun mereka sudah buat pernyataan,” katanya.

Baca Juga:  Pemain Timnas U-19 Ini Berpotensi Jadi Andalan Persib untuk Lawan Persiraja

Selain itu ia memastikan gerai pertokoan yang ada di pasar swalayan juga tidak boleh beroperasi. Menurutnya tempat-tempat tersebut mengikuti ketentuan yang sama dengan mal.

“Mereka nanti menunggu setelah evaluasi, ya, mungkin nanti sama dengan mal dibuka,” kata dia.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Bandung memutuskan untuk memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara proposional dengan menekankan batas kerumunan yang diperbolehkan di sejumlah tempat hingga 12 Juni 2020.

Baca Juga:  Ciut Sebelum Bertanding? Shin Tae-yong Beberkan Alasan Timnas Indonesia U-20 Kalah dari Prancis

Wali Kota Bandung, Oded M Danial mengatakan nantinya sejumlah sektor yang dampak penyebaran virusnya rendah, akan diperbolehkan beroperasi dengan memperhatikan batas kerumunan sebanyak 30 persen dari kapasitas.

“Misalnya untuk kantor, kantor pemerintah atau swasta akan dicoba. Kita bertahap di angka 30 persen. Terus yang lainnya juga, tempat ibadah juga kita dibatasi 30 persen. Tapi tentu semuanya dengan protokol kesehatan yang ketat,” kata Oded. (Red)