Soal Protokol Kesehatan di Ponpes, GP Ansor Jabar: Klausul Sanksi Itu Berlebihan

JABARNEWS | BANDUNG – Wakil Ketua PW GP Ansor Jawa Barat, Edi Rusyandi soroti Keputusan Gubernur Jabar Nomor 443/Kep.321-Hukum/2020 Tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Di Lingkungan Pondok Pesantren.

Dalam Kepgub tersebut pesantren-pesantren di Jawa Barat diminta untuk membuat “Surat Pernyataan Kesanggupan” dengan tiga poin utama. Pertama, bersedia untuk melaksanakan Protokol Kesehatan Penanganan Covid 19 dalam menjalankan aktivitas selama Pendemi Covid 19.

Kedua, bersedia untuk menyediakan sarana dan prasarana yang wajib diadakan berkaitan dengan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di lingkungan pondok pesantren. Dan ketiga, yang paling ironis, bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan, dalam hal terbukti melanggar Protokol Kesehatan Penanganan Covid-19. Surat pernyataan itu harus ditandatangani di atas materai Rp.6.000.

Baca Juga:  Ingat, Ini 10 Titik Langganan Macet di Jalur Puncak Bogor

“Setelah ditelaah, isi dan arah kebijakan gubernur terkesan memaksakan, tanpa melihat kesiapan di pondok pesantren,” kata Edi Rusyandi. Minggu (14/6/2020).

Edi Rusyandi menyebutkan terbitnya keputusan tersebut sebagai salahsatu ikhtiar pemerintah provinsi jawa barat dalam upaya memutus mata rantai covid 19 di lingkungan pondok pesantren. Tentu saja ini langkah baik;

Baca Juga:  Kasus Narkoba di Majalengka Meningkat 41 Persen Dibanding Tahun Lalu

Namun disayangkan, salahsatu point surat pernyataan adanya sanksi jika melanggar dirasa itu berlebihan bagi kalangan pesantren. Adanya klausul sanksi pada surat tersebut menunjukan pemprov Jabar tidak faham dan peka atas realitas objektif dunia pesantren yang khas dan kompleks.

“Kondisi dan kemampuan pesantren itu beragam. Tidak bisa disama ratakan,” tegasnya.

Terkait aspirasi masyarakat pesantren soal protokol kesehatan dimasa pandami ini kan harapannya pemerintah jabar hadir ikut mengurusi mereka.

“Mereka ingin melanjutkan aktifitas pesantren dalam kondisi seperti ini. Mereka butuh solusi. Bukan sanksi. Bagaimana sarana dan layanan kesehatannya, ketersediaan masker, handsanitizer, bagaimana kebutuhan pangan kyai dan santrinya dll, ya dibantu. Agar protokol kesehatan ini berlangsung dan dilaksanakan,” jelasnya.

Baca Juga:  Masih Berkabung, Keraton Kasepuhan Cirebon Ditutup Sementara

Edi Rusyandi menambahkan, kebijakan dengan pendekatan sanksi tersebut keliru dan hanya akan menimbulkan persepsi lain dari masyarakat pesantren.

“Jika sekedar surat keputusan, ini menunjukan bahwa gubernur tidak faham pesantren dan tidak punya sense of crisis sama sekali untuk keberlangsungan pesantren,” ungkapnya. (Red)