New Normal, Bisnis Hotel di Bogor Mulai Menggeliat

JABARNEWS | BOGOR – Tidak bisa dipungkiri pandemi corona Covid-19 telah merugikan seluruh pihak, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Kerugian ekonomi juga mempersulit semua pengusaha hampir di seluruh lini usaha. Terlebih lagi, vaksin Covid-19 belum juga dapat diakses masyarakat.

Akibatnya, untuk saat ini manusia perlu beradaptasi dengan menerapkan new normal. Oleh karenanya, pemerintah diharapkan dapat selalu mengambil kebijakan dengan cekatan dan dinamis agar dapat menekan angka pengangguran dan kembali menyelamatkan roda ekonomi, sambil memperhatikan penyebaran Covid-19 dengan hati-hati.

Industri hotel dan restoran di Kota Bogor, Jawa Barat kembali menggeliat. Meski okupansi hotel rata-rata masih di kisaran 25 %, namun seiring adanya pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diharapkan tingkat hunian terus meningkat.

Baca Juga:  Istri ODGJ dan Anak Di-PHK, Supriadi Kini Bisa Sedikit Bernapas Lega

“City okupansi kalau dirata-ratakan masih minim ya, antara 23-25 persen. Tapi kalau berbicara hotel-hotel favorit, terutama yang berada dilokasi premium weekday sudah diangka 35 persen dan weekend sekitar 60 persen,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Kota Bogor, dr.Yuni Abeta Lahay,Selasa (16/6/2020).

Menurut Yuno, sebelum pandemi corona (Covid-19) Kota Bogor merupakan tujuan favorit wisatawan, khususnya dari Jakarta. Ini yang kemudian membuat okupansi selalu “juara”.

“Pada saat normal dulu, hari biasa dan akhir pekan selalu penuh hotel-hotel disini. Bahkan weekend semua hampir 100 persen,” ujarnya.

Saat ini pelaku industri di Kota Bogor, khususnya di sektor pariwisata belum bisa berlari kencang. Hal ini disebabkanya, masih menunggu regulasi lanjutan dari Pemkot terkait aturan memasuki tanan kehidupan baru (new normal).

Baca Juga:  Viral! Oknum Polisi Tilang Turis Gegara Lampu Mati, Getok Harga Satu Juta

“Beberapa waktu lalu, kami sudah diminta masukan dari Pemkot, bagaimana bisa melakukan event-event yang touchless (tanpa bersentuhan). Ini kan menjadi kontradiktif dengan event-event pola lama, yang datang berkerumun dan bersentuhan. Nah, untuk merubah budaya ini kan gak gampang dan butuh waktu lama,” ungkap Yuno.

Oleh sebab itu, PHRI mengusulkan agar pemerintah kembali duduk bersama dengan asosiasi untuk mencari formula yang tepat. Artinya kalau pun harus menyelenggarakan direct event bisa nyambung (matching) dengan kebutuhan para pengusaha industri dan juga  protokol covid-19 secara kesehatan.

“Memang ujung-ujungnya kita bicara pendapatan ya. Bagaimana ekonomi kembali berputar normal,pemerintah bisa menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengusaha ada untung. Hanya medianya sekarang kan harus bener,” tambahnya.

Baca Juga:  Membanggakan, Siswa Madrasah Jadi Paskibra Tingkat Kabupaten Purwakarta

Bagi hotel sejak diberlakukannya PSBB 1 hingga 3 sudah menjalani protokol kesehatan sehingga tidak terlalu mengalami kendala. Standar Opersional Prosedur (SOP) sudah dijalankan berdasarkan protokol covid-19.

Berbeda dengan restoran,menurut Yuno, sejak PSBB  pertama kali dimulai  praktis tidak boleh melayani tamu makan ditempat (dine in). Sekarang, memasuki  PSBB transisi restoran kembali diperbolehkan dine in.

“Masalahnya, resto belum bisa bergerak leluasa karena dibatasi hanya boleh menyediakan 50 persen dari kapasitas yang ada. Selebihnya, ya mengejarnya dari take away. Ini juga butuh waktu lama dan pandai-pandai pengusaha menghitung agar tetap survive,” ujarnya. (Red)