Niat Buat Pemulihan, Oknum P2TP2A Ini Malah Cabuli Lagi Korban Pemerkosaan

JABARNEWS | LAMPUNG – DA (50), petugas pendamping anak di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur, mengaku telah melakukan asuila sebanyak empat kali terhadap NF.

Diketahui, NV merupakan anak yang dititipkan di rumah aman P2TP2A untuk pemulihan karena menjadi korban pemerkosaan. Namun ironisnya, di rumah aman milik pemerintah itu NV justru kembali mengalami pemerkosaan oleh Kepala P2TP2A.

DA mengakui bahwa awalnya NF adalah korban asusila oleh Pamannya sendiri dan pelaku sudah divonis 13 tahun. Kemudian dia menjadi pendamping korban. Seain dirinya ada juga beberapa orang yang menyetubuhi korban.

Baca Juga:  Ada Rencana Jendela Transfer Dimajukan, Ini Kata Persipura dan Persib

Tersangka DA melakukan aksinya itu terhadap seorang gadis 13 tahun, kali terakhir menyetubuhi korban pada Minggu, 28 Juni 2020, saat tersangka menginap di rumah korban.

“Saya melakukannya empat kali. Pada saat itu, saya dibolehin orang tuanya (nginep) karena bantu mengurus nanti kalau bolak-balik pulang jauh,” kata pelaku saat menjalani pemeriksaan lanjutan, di Polda Lampung.

Baca Juga:  Rombongan Pemancing Alami Kecelakaan di Purwakarta, Begini Kronologisnya

Kabid Humas Polda Lampung Kombes Zahwani Pandra Arsyad, mengatakan Penyidik Subdit IV Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Lampung telah menyusun berkas perkara kasus asusila tersebut.

“Berkas perkara sudah diajukan dan pelimpahan tahap pertamanya ke JPU,” kata Padra.

DA (50), tersangka pemerkosaan terhadap seorang gadis 13 tahun berinisial NV menyerahkan diri ke Polda Lampung. Polisi menyebut DA merupakan Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur (Lamtim).

Baca Juga:  FOZ Gelar LAZ Forum Menuju Arsitektur Baru Gerakan Zakat Indonesia

“Atas kesadarannya sendiri tersangka menyerahkan diri ke Polda Lampung, didampingi pengacara pada Jumat (10/7/2020), pukul 09.00,” kata Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad dalam keterangan tertulis, Selasa (14/7/2020).

Pelaku dijerat Pasal 76d dan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 dengan ancaman pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, dengan denda Rp5 miliar. (Red)