Solusi Strategis Pembelajaran di Tengah Pandemi

Penulis: Nelly, M.Pd (Pemerhati Dunia Pendidikan, Aktivis Peduli Generasi)

Tahun ajaran baru telah dimulai, pemerintah menetapkan pembelajaran dengan sistem jarak jauh (daring) tetap dilakukan dan diperpanjang. Kebijakan ini didasarkan pada Surat Edaran (SE) Mendikbud No 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran covid-19. Salah satu isi SE tersebut adalah memberikan imbauan untuk belajar dari rumah melalui pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh.

Namun ada pengecualian pada daerah yang telah ditetapkan sebagai zona hijau oleh gugus tugas covid-19. Pada daerah zona hijau masih menunggu keputusan pemerintah daerah apakah akan tetap belajar dari rumah secara daring atau sekolah dibuka kembali, artinya sistem pembelajaran akan bertatap muka.

Seperti yang dilansir pada laman detiknews.com, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memungkinkan beberapa wilayah yang berada di zona hijau untuk memulai kegiatan belajar secara tatap muka. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim meminta pihak sekolah tetap mengedepankan protokol kesehatan secara ketat.

“Beberapa kabupaten/kota yang merupakan zona hijau menurut Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional, dimungkinkan memulai pembelajaran tatap muka dengan persyaratan protokol kesehatan yang ketat,” kata Nadiem melalui keterangan tertulis, Minggu (12/7/2020).

Ya, memang selama pandemi mewabah di seantero negeri semua sekolah telah menerapkan pembelajaran daring. Para guru melaksanakan pembelajaran meski tanpa bertatap muka langsung dengan para siswa. Berbagai teknis pembelajaran dilakukan, ada yang melalui grup Whatsapp, email, google Classroom, zoom atau media yang lain, guru berusaha menyampaikan materi pelajaran kepada siswa.

Satu sisi pada masa pandemi covid-19 seperti saat ini, pembelajaran daring merupakan suatu pilihan strategi pembelajaran yang sangat membantu baik bagi sekolah maupun para siswa. Walau dari rumah sistem pembelajaran daring tidak terikat dengan ruang dan waktu. Siswa juga bisa melakukan aktivitas belajar sambil ditemani orang tua di rumah. Namun tak dipungkiri bahwa proses pembelajaran daring sebenarnya tidak mudah diberlakukan di Indonesia. Dalam proses pelaksanaannya, banyak kendala, keterbatasan dan sederet problem yang terjadi di lapangan.

Jika ditelaah dari berbagai pendapat para ilmuan, praktisi, tokoh dalam berbagai catatan pembelajaran daring menemui beberapa kendala dalam pelaksanakan pembelajaran khususnya di Indonesia. Kenapa di Indonesia? sebab memang di negeri ini sangat tidak siap menghadapi pandemi, termasuk dalam sistem pendidikannya. Kendala dan hambatan itu antara lain masih banyak guru yang mempunyai keterbatasan dari sisi akses maupun pemanfaatan alat virtual yang dimiliki. Tidak semua guru punya kemampuan untuk mengoperasikan dan memanfaatkan fasilitas canggihnya. Bagi guru yang melek teknologi, tentu hal ini tidak menjadi masalah. Namun, ada banyak guru yang masih gagap teknologi, hal ini menjadi masalah.

Baca Juga:  Demi Maju Pilpres 2024, Ridwan Kamil Pertimbangkan Merapat ke Nasdem

Padahal, pembelajaran daring sangat dituntut adanya kreativitas dalam proses pembelajarannya. Kreativitas ini tidak hanya dari sisi pembuatan konten materi yang menarik, tetapi juga kreativitas dalam memanfaatkan kelebihan media daring yang digunakan. Artinya, guru harus pintar mengkreasikan materi pelajaran agar mudah dipahami oleh siswa dengan memanfaatkan media daring yang ada. Kemudian, dari sisi kemandirian belajar siswa di rumah tidak serta merta sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik. Kemandirian belajar menjadi tuntutan yang harus dipenuhi dalam pembelajaran daring. Keterbatasan untuk bertatap muka langsung dengan guru, membuat siswa harus mandiri dalam memahami materi dan mengerjakan tugas yang ada.

Ini adalah masalah yang pelik bagi para siswa. Bayangkan saja siswa harus memahami dengan baik materi yang disajikan. Kemudian, menyelesaikan tugas yang diberikan guru termasuk juga melaporkan hasilnya. Dalam memahami materi dan mengerjakan tugas tersebut, tentu proses aktivitas belajar siswa tidak semulus dan semudah yang dibayangkan. Yang tatap muka saja kadang banyak yang tidak memahami materi, ini disuruh belajar sendiri. Secara otomatis akan terjadi ketidakpahaman atau miskonsepsi suatu materi. Apalagi jika materi yang diberikan, butuh penjelasan yang lebih detail dan mendalam. Atau siswa tidak memahami materi yang disajikan dan harus segera memperoleh penjelasan dari guru.

Tentu, dengan pembelajaran daring tidak dapat segera mengatasi permasalahan para siswa. Oleh karenanya, pendampingan dari orang tua diperlukan dalam proses pembelajaran daring. Meskipun hal ini tidak mudah, karena orangtua siswa juga harus dapat berperan selayaknya seorang guru pengampu materi pelajaran. Jika orang tua dapat berperan dengan baik dalam mendampingi anaknya, permasalahan tersebut dapat mungkin sedikit banyak sangat membantu. Namun sebaliknya, jika orangtua yang bekerja, di mana waktunya habis di tempat kerja dan juga mempunyai keterbatasan teknis (misalnya, gagap teknologi/gaptek, latar belakang pendidikan rendah), maka permasalahan baru yang muncul.

Selanjutnya yang menjadi problem yaitu adanya tugas dan pekerjaan rumah yang diberikan guru membebani siswa. Dalam beberapa kesempatan KPAI mendapatkan laporan terkait beban tugas siswa di rumah banyak tugas oleh sekolah. Harusnya pembelajaran daring selayaknya tidak membebani siswa dalam belajar. Siswa harusnya senang dan happy dalam pembelajaran tanpa merasa stres dengan tumpukkan tugas sekolah. Kalaupun ada tugas itu tidak dikejar-kejar dengan deadline pengumpulan tugas yang diberikan oleh guru. Artinya, materi dan jenis penugasan selayaknya diberikan waktu yang bijak dan sebisa mungkin terkait dengan kesadaran bahaya wabah covid-19.

Problem selanjutnya yang juga menjadi dilema saat pembelajaran daring, bahwa tidak semua siswa memiliki alat handphone atau laptop. Mungkin, bisa saja alat komunikasi ini menjadi barang mewah bagi siswa dari kalangan ekonomi tidak mampu. Akibatnya, siswa tidak punya fasilitas pembelajaran daring. Problem pembelajaan daring juga terkendala dengan signal internet yang tidak stabil dan pulsa (kuota data) yang mahal. Kita tahu, bahwa Indonesia mempunyai kondisi geografis yang beragam. Keragaman kondisi letak geografis rumah siswa yang beragam menjadi masalah terutama terkait kestabilan signal internet.

Baca Juga:  Dewan Pakar Partai Golkar Buka Opsi Munaslub, Ingin Airlangga Hartarto Dicopot?

Kondisi tersebut yang menjadi problem tersebut menambah runyam kegiatan pembelajaran daring. Lihat saja terdapat rumah siswa ada yang di dataran rendah, seperti dataran biasa dan tepi laut. Ada juga siswa yang tinggal di dataran tinggi, seperti di pegunungan atau lereng gunung. Ada yang tinggal di kota dan, ada pula siswa yang tinggal di desa.

Artinya harus ada kestabilan signal internet yang diperlukan agar dalam proses pembelajaran tidak terganggu sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Akan tetapi tidak hanya signal, pulsa (kuota data) internet juga harus cukup tersedia. Padahal pembelian pulsa (kuota) data memerlukan biaya yang tidak murah. Itulah berbagai problem yang mengakibatkan dilematis pembelajaran daring baik bagi guru dan siswa. Di satu sisi, proses pembelajaran harus berjalan. Dan, di sisi lain, berbagai problematika mengiringi proses pelaksanaannya. Namun di sisi yang lain juga tidak memungkinkan jika sekolah dibuka dan belajar tatap muka, meskipun mengikuti protokol kesehatan covid-19.

Kondisi ini sangat tidak nyaman dan membingungkan, tentulah tidak diinginkan oleh semua pihak, terlebih yang menjadi korbannya adalah peserta didik itu sendiri. Problematika yang muncul dalam pelaksanaannya seperti yang disebutkan di atas tentu tidak boleh dibiarkan terus berlanjut. Perlu langkah-langkah strategis dan bijak yang diambil oleh seluruh stakeholders untuk melaksanakan kebijakan ini. Maka di sini untuk menyelesaikan permasalahan ini seluruh stakeholders seperti pemangku kebijakan pemerintah dan terkhusus(Kemendikbud), kepala sekolah, guru, orangtua, dan siswa harus saling bekerja sama untuk mensuksekan pelaksanaan pembelajaran daring. Alternatif solusi untuk mengatasi tersebut harus diberikan dan disepakati untuk dilaksanakan secara bersama-sama.

Baca Juga:  Duh, Ada Ribuan Calon Janda Antre Cerai, Alasannya Bikin Kaget

Namun yang lebih bertanggungjawab terhadap sistem pembelajaran di tengah pandemi ini adalah negara itu sendiri. Di mana negaralah yang bertanggungjawab terhadap penyediaan segala fasilitas dalam proses belajar-mengajar. Artinya jika pembelajaran daring menjadi kebijakan pemerintah, maka negara harus menyiapkan semua hal baik dalam kurikulum, training semua guru untuk siap dalam pembelajaran. Negara juga harus melakukan edukasi kepada masyarakat terutama orang tua siswa, agar memberikan waktu dalam pendampingan selama anak-anak belajar dari rumah.

Negara harus memastikan jaringan internet di seluruh Indonesia sampai ke pelosok telah terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, dan yang paling urgent adalah menyediakan kuota internet gratis bagi seluruh peserta didik maupun mahasiswa untuk menunjang segala proses pembelajaran. Negara juga memastikan semua tenaga pendidikak mampu mengoperasikan alat virtual dan memfasilitasi orang tua siswa agar memiliki alat virtual secara murah bahkan gratis. Ini semua adalah bentuk pengurusan negara kepada rakyatnya agar semua peserta didik dapat mengikuti pembelajaran hingga proses belajar mengajar berjalan lancar.

Namun, pertanyaannya adalah apakah dalam negara yang menerapkan sistem kapitalis-liberalis- sekuler seperti di neegri ini mau menerapkan hal tersebut? Di mana seperti diketahui bahwa abainya peran negara dan kurangnya pengurusan terhadap rakyat adalah buah penerapan sistem kapitalis sekuler. Di sinilah sangat diperlukan pemimpin negarawan yang mencontoh kepemimpinan dalam sistem Islam. Dalam sistem Islam urusan rakyat itulah yang di nomorsatukan, masalah pendidikan adalah hak semua rakyat dan menjadi tanggungan negara dalam penyediaan.

Dalam Islam pendidikan itu bermutu dan berkualitas namun berbiaya murah bahkan gratis. Jika kondisi sedang dilanda pandemi, maka prioritas negara adalah mengakhiri wabah secara cepat, tanggap dan komfrehensif. Maka untuk mengakhiri pandemi ini dan menyelesaikan segala problem bangsa termasuk urusan pendidikan masa pandemi, maka tidak ada langkah lain untuk kembali pada sistem Islam sebagaimana yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah Saw dan para khalifah setelah beliau. (*)

Wallahu ‘alam bisshawab

Isi tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis.