Dedi Mulyadi Merasa Kehilangan Sosok PRA Arief Natadiningrat

JABARNEWS | BANDUNG – Budayawan Jawa Barat Dedi Mulyadi merasa kehilangan sosok Sultan Sepuh ke-XIV di Keraton Kasepuhan Cirebon, Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat. Almarhum dinilai telah konsisten menjaga kebudayaan tradisional leluhurnya.

“Beliau mampu menjaga tradisi di tengah gempuran pembangunan dan perkembangan industri di wilayah Cirebon saat ini,” kata Dedi Mulyadi, Rabu (22/7/2020).

Karena itu, sosok pemimpin sepertinya sangat diharapkan di Indonesia saat ini. Menurut Dedi, tradisi yang dilestarikan di Cirebon selama ini membuat kebudayaan masyarakat tetap terjaga. Pelestarian itu terutama melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan yang dilakukan secara turun-temurun di Keraton Kasepuhan Cirebon.

Baca Juga:  Penuhi Protokol Kesehatan, KPU Indramayu: Ada Tambahan Rp11 Miliar

“Keberadaan Keraton Kasepuhan yang dipimpin PRA Arief Natadiningrat di Cirebon menjadi penjaga garis kebudayaan. Sebagai orang yang memiliki tahta, ia menjaga kebudayaan tradisional dengan melestarikan ritual yang ada selama ini dan melalui pemikiran keilmuannya,” ucap Dedi.

Seperti diketahui, PRA Arief Natadiningrat meninggal dunia pada Rabu 22 Juli 2020 setelah mengalami penurunan kondisi kesehatan. Almarhum sempat dirawat di rumah sakit sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 5.00 pagi.

Baca Juga:  Bupati Majalengka Geram Angkot Enggan Masuk Terminal

Selain menjadi sultan di Kesultanan Kasepuhan Cirebon, PRA Arief Natadiningrat juga sempat menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah periode 2004-2009. Almarhum dinilai cukup berkontribusi di lembaga tersebut.

Menurut Dedi, kebudayaan tradisional di Cirebon tidak akan kokoh apabila tidak ada andil Kesultanan Kasepuhan khususnya PRA Arief Natadiningrat.

“Saya berpesan agar penggantinya nanti bisa meneruskan peran beliau khususnya dalam menjaga kebudayaan tradisional,” katanya.

Baca Juga:  DPRD Jabar Usul Tes Swab di Pabrik Yang Beroperasi saat Pandemi

Selain itu, Dedi berharap tidak ada konflik yang terjadi di tengah proses peralihan tahta di dalam keraton tersebut. Pertentangan tersebut dikhawatirkan hanya akan menimbulkan permasalahan lain yang mengganggu pelestarian budaya.

“Kesampingkan ego, utamakan upaya pelestarian budaya yang selama ini telah dijaga dengan baik,” ujar Dedi.

Menurutnya, kebudayaan tradisional Sunda dan Cirebon memiliki keterkaitan karena berasal dari satu kerajaan Pajajaran. (Red)