Lembaga Masyarakat Adat Baduy Surati Presiden Joko Widodo, Ini Isinya

JABARNEWS | JAKARTA – Suku Baduy meminta Presiden Joko Widodo mencoret Baduy dari daftar destinasi wisata Indonesia. Surat tertanggal 6 Juli 2020, itu disampaikan oleh Lembaga Masyarakat Adat Baduy yang diwakili oleh tiga jaro (sebutan untuk ketua atau pemimpin), yakni Jaro Saidi, Jaro Aja, dan Jaro Madali.

Dilansir dari laman Tempo.co, surat tersebut ditembuskan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tertera juga tembusan ke Kementerian Pertahanan, Kementerian Sekretariat Negara, Gubernur Banten, dan Bupati Lebak.

Pada surat tersebut juga tertera ketiga jaro Lembaga Masyarakat Adat Baduy menyerahkan mandat surat berjudul ‘Permohonan Perlindungan Pelestarian Tatanan Nilai Adat Baduy’ kepada empat orang. Mereka adalah Heru Nugroho, pegiat Internet yang akrab dengan warga Baduy Dalam dan Baduy Luar; Henri Nurcahyo, pegiat seni budaya dan penulis buku; Anton Nugroho, pegiat sosial dan lingkungan hidup; serta Fajar Yugaswara, pelaku seni.

Baca Juga:  Citayam Fashion Week Mewabah, Artis Elly Sugigi Turut Unjuk Gigi

“Sejatinya masyarakat Baduy tidak keberatan kepada siapapun yang ingin berkunjung ke wilayahnya dalam rangka menjalin persaudaraan,” tulis surat itu.

“Tapi keterbukaan bagi setiap orang yang berkunjung ke wilayah adat Baduy saat ini, melalui kampanye wisata yang digaungkan, mengakibatnya derasnya kunjungan wisatawan yang berdatangan ke wilayah Baduy.”

Wisatawan yang datang umumnya memiliki perbedaan yang signifikan terhadap nilai-nilai sosio-kultural, sehingga cenderung memberikan pengaruh yang kuat terhadap masyarakat Baduy. Perkembangan modernisasi juga membuat tokoh adat kian berat dalam menanamkan nilai-nilai sosio-kultural yang diterapkan oleh generasi pendahulu kepada generasi muda Baduy.

Pada akhirnya, meningkatnya kunjungan wisatawan ke wilayah Baduy menimbulkan dampak negatif berupa pelanggaran-pelanggaran terhadap tatanan adat yang dilakukan oleh wisatawan dan jaringannya. Masyarakat Baduy merasa terusik dengan kehadiran wisatawan.

Baca Juga:  Virus Corona 'Mu' Muncul Baru-baru ini, Lebih Ganas dari Varian Delta, Benarkah?

“Agar Bapak Presiden Joko Widodo berkenan membuat dan menetapkan sebuah kebijakan supaya wilayah adat Baduy tidak lagi dicantumkan sebagai lokasi objek wisata,” demikian tertulis dalam surat itu.

“Kami memohon agar pemerintah bisa menghapus wilayah adat Baduy dari peta objek wisata Indonesia.”

Mengetahui hal itu, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Hari Santosa Sungkari mengatakan telah berkunjung ke Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kebupaten Lebak, Banten, pada Sabtu, 18 Juli 2020. Dia datang untuk menanggapi permintaan masyarakat Baduy terkait masalah pariwisata.

Hari Santosa menganggap perlu pembatasan jumlah kunjungan wisatawan ke perkampungan masyarakat adat Baduy di Desa Kanekes.

“Artinya kita semua menjaga agar wisatawan tidak bejibun yang datang,” katanya.

Baca Juga:  Hore! Kini Mengurus Administrasi Kependudukan di Depok Gratis

Kementerian Pariwisata, menurut Hari Santosa, menampung aspirasi permohonan masyarakat Baduy tadi. Pemerintah akan mempertimbangkan rencana pembuatan aplikasi sebagai pusat informasi dan sarana pendaftaran wisatawan yang ingin datang ke kawasan adat Baduy.

“Siapa yang datang, kapan datang, kalau sudah melebihi (batas pengunjung) akan ada pemberitahuan,” ujarnya.

Fungsi aplikasi tersebut, menurut dia, untuk memastikan kawasan Baduy tetap terjaga.

Uday Suhada yang mewakili warga Baduy mengatakan, masyarakat adat menganggap tidak tepat penyebutan Wisata Budaya Baduy. Yang sesuai adalah Saba Budaya Baduy seperti tertuang dalam Peraturan Desa Kanekes Nomor 1 Tahun 2007 tentang Saba Budaya dan Perlindungan Masyarakat Adat Tatar Kanekes (Baduy).

“Saba ini bermakna silaturahmi, saling menghargai dan menghormati antar-adat istiadat masing-masing,” kata Uday. (Red)