Suku Baduy Tolak Jadi Objek Wisata, Ini Solusi Kementerian Pariwisata

JABARNEWS | JAKARTA – Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Hari Santosa Sungkari mengatakan perlu pembatasan jumlah kunjungan wisatawan ke perkampungan masyarakat adat Baduy di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten. Langkah itu perlu dilakukan untuk menerapkan pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism.

“Artinya, kita perlu menjaga agar wisatawan yang datang tidak bejibun (berbondong-bondong),” katanya.

Hari sempat berkunjung ke Desa Kanekes, pada Sabtu, 18 Juli 2020. Dia datang untuk menanggapi permintaan masyarakat Baduy terkait masalah pariwisata.

Masyarakat Baduy menginginkan wilayah adat mereka dihapus sebagai salah satu objek wisata di Indonesia. Masyarakat adat Baduy merasa terganggu karena terlalu banyak aktivitas pariwisata yang, antara lain menyebabkan pencemaran lingkungan.

Baca Juga:  Mendes PDTT Usul BUMDes Beri Internet Gratis untuk Siswa Sekolah

Masyarakat adat Baduy menyampaikan permohonan perlindungan pelestarian tatanan nilai adat Baduy melalui surat kepada Presiden Joko Widodo, tertanggal 6 Juli 2020. Surat itu pun bertanda cap jari tokoh masyarakat adat Baduy yang diwakili Jaro Saidi, Jaro Aja, Jaro Madali.

Surat tersebut ditembuskan ke sejumlah kementerian termasuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pemerintah Kabupate Lebak, dan Pemerintah Provinsi Banten.

Hari Santosa mengatakan Kementerian Pariwisata menampung aspirasi permohonan tersebut. Dia mengatakan akan mempertimbangkan rencana pembuatan aplikasi sebagai pusat informasi dan sarana pendaftaran wisatawan yang ingin berkunjung kawasan adat Baduy.

Baca Juga:  Mbah Mijan Ingatkan Jangan Dulu Pergi ke Pantai, Ini Sebabnya

“Siapa yang datang dan kapan akan datang. Akan ada pemberitahuan kalau sudah melebihi (batas pengunjung),” ujarnya.

Uday Suhada yang mewakili warga Baduy mengatakan, masyarakat adat menganggap sebutan Wisata Budaya Baduy tidak tepat. Yang sesuai adalah Saba Budaya Baduy seperti tertera dalam Peraturan Desa Kanekes Nomor 1 Tahun 2007 tentang Saba Budaya dan Perlindungan Masyarakat Adat Tatar Kanekes (Baduy).

“Saba ini bermakna silaturahmi, saling menghargai dan menghormati antar-adat istiadat masing-masing,” kata Uday.

Istilah ini penting agar warga Baduy dan tamu yang bersilaturahmi saling menjaga dan melindungi nilai yang berkembang di masyarakat setempat.

Tetua adat Baduy Dalam, Ayah Mursid meminta agar penerapan Saba Budaya Baduy memiliki kejelasan aturan teknis. Contoh, mana saja rute yang boleh dan dilarang dilewati menuju Kampung Baduy.

Baca Juga:  Beri Dukungan Penuh ke Gibran, Fahri Hamzah Sentil Publik: Dia Adalah Anak Pejabat

“Termasuk apa saja yang boleh dan tidak boleh dikerjakan,” ucapnya.

Ayah Mursid mengusulkan penyediaan pusat informasi tentang Baduy di luar perkampungan adat. Tujuannya, para tamu yang hendak bersilaturahmi dapat mempelajari dulu adat istiadat di masyarakat.

Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan pemerintah kabupaten berupaya menyediakan lahan di dekat perkampungan Baduy untuk dijadikan pusat informasi.

“Jadi wisatawan bisa mengetahui apa saja kegiatan Saba Baduy sebelum masuk ke perkampungan Baduy,” katanya. (Red)