Stop Diskriminasi Janda! Anda Harus Tau Ini

JABARNEWS | BANDUNG – Berdasarkan hasil penelitian tahun 2017, agenda sosial politik berdampak kepada jumlah perceraian yang terjadi dalam suatu negara. Sementara di Indonesia sendiri masih banyak terjadi diskiminasi terhadap janda atau ibu tunggal karena hasil perceraian.

Perceraian terjadi saat “Developmental Idealism” muncul dan berkembang dari pihak istri, hal ini menekankan otonomi dan hak individu setiap orang untuk memilih pasangan hidupnya.

Pemikiran itu melahirkan stigmatisasi terhadap perempuan yang enggan “berkontribusi” meskipun sifatnya positif dan bisa mempengaruhi sisi kesejahteraan perempuan. Di Indonesia pernikahan masih dianggap sebagai “puncak kedewasaan” bagi perempuan. Tetapi, jika dilihat dari hasil penelitian ini, asumsi negatif malah diberikan kepada perempuan yang mengalami perceraian.

Baca Juga:  Video: Kantor BPOM Alami Kebakaran, Diduga Ini Penyebabnya

Menurut Australia: Refugee Review Tribunal, janda atau ibu tunggal kerap didiskriminasi dengan:

1. Stigma perusak keluarga. Janda atau ibu tunggal kerap dianggap “kesepian” sehingga akan mencari laki-laki. Laki-laki yang distigmatisasikan masyarakat sebagai sasaran ibu tunggal adalah suami orang lain.

2. Pelecehan di tempat kerja.

3. Sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan. Di pelosok Indonesia, perempuan yang hamil di luar pernikahan sering disembunyikan keluarga. Dianggap aib, ibu tunggal sulit mendapatkan pekerjaan karena sejumlah perusahaan tidak menerima orang tua tunggal.

4. Sulit mendapatkan tunjangan dan bantuan.

5. Sulitnya meminjam ke bank karena tidak diakui sebagai kepala keluarga. Hukum di Indonesia belum semuanya mengenali perempuan sebagai kepala keluarga. Syarat ini harus dipenuhi apabila ingin meminjam ke bank. Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan tidak memiliki program bantuan untuk ibu tunggal.

Baca Juga:  Gerindra Tawarkan Posisi Ini untuk Dedi Mulyadi

6. Terbatasnya layanan kesehatan. Perempuan di luar pernikahan sulit mendapatkan alat kontrasepsi dari program pemerintah, setidaknya secara legal. Mereka pun memiliki akses terbatas untuk layanan kesehatan alat reproduksi. Perempuan hamil di luar pernikahan banyak memutuskan untuk menggugurkan kandungan secara ilegal. Namun, saat sedang menggugurkannya saja, mereka kerap dikritik oleh pihak klinik.

7. Anak yang didiskriminasi. Seperti anak lainnya, anak-anak ibu tunggal pun akan berintegrasi dengan lingkungan. Namun, menurut Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), anak-anak ibu tunggal tetap didiskriminasi di sekolahnya.

Baca Juga:  Narkoba Rambah Desa, Inilah Upaya Polres Purwakarta

Verbal, fisik, hingga perlakuan, anak-anak yang berasal dari keluarga tidak lengkap sering jadi korban diskriminasi bahkan perundungan. Secara umum, keluarga yang dikepalai perempuan berada di kategori sosial ekonomi termiskin. Menurut PEKKA, 38.8% perempuan-perempuan ini buta huruf dan 50% sudah mengalami kekerasan rumah tangga atau komunitas.

Perlindungan dan pemberdayaan merupakan dua hal yang paling diperlukan ibu tunggal saat ini. Sudah waktunya kita lebih menghormati dan membantu sesama. Masih mau diskriminasi janda atau ibu tunggal? (Red)