Menangkal Anak Terbiasa Main Gawai

JABARNEWS | BANDUNG BARAT – Perkembangan teknologi komunikasi semakin menyentuh semua kalangan, tidak kecuali dengan anak-anak. Di tengah pandemi Covid-19, anak-anak pun semakin rajin menggunakan gawai.

Bukan hanya untuk kebutuhan sekolah secara daring, gawai seringkali dipakai anak-anak untuk bermain. Lambat laun, permainan tradisional anak lantas kian ditinggalkan.

Dari keperihatinan itu, Uteng Suhendar (49) alias Abah Akung terinspirasi untuk menggagas komunitas Kaulinan Barudak Langensari (Kalasar). Dia menggandeng anak-anak di sekitar Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

“Waktu saya pindah ke sini, kira-kira tahun 2006-2007, saya masih melihat anak-anak main gatrik, egrang, dan kaulinan barudak yang lain,” kata Abah Akung, Sabtu(8/8/2020).

Baca Juga:  Viral! Oknum Polisi Tilang Turis Gegara Lampu Mati, Getok Harga Satu Juta

Dari situ, dia mengaku lantas terpikir untuk mengemas permainan anak agar menjadi sesuatu yang menarik. Menarik untuk dimainkan, juga buat ditonton.

Selain permainan tradisional Sunda, Abah Akung juga berupaya melestarikan musik tradisional Sunda. Dia pun mengajari anak-anak bermain alat musik yang kebanyakan berbahan bambu.

Pada 2007, terang Abah Akung, Kalasar langsung berkesempatan tampil di salah satu stasiun televisi swasta lokal. Kalasar kemudian diundang untuk tampil di kafe dan restoran pula.

“Kalau sedang musim liburan, kami biasa main full beberapa hari. Namun, kalau hari biasa paling satu atau dua kali main dalam sebulan,” tuturnya.

Baca Juga:  DPRD Jabar Ajak Masyarakat Mengingat dan Menghargai Jasa Pahlawan

Menurut Abah Akung, permainan dan kesenian tradisional Sunda memiliki daya tarik tersendiri bagi banyak orang. Pasalnya, perkembangan zaman kini sudah berorientasi pada teknologi.

Untuk melestarikan permainan dan kesenian tradisional Sunda, Abah Akung pun membuat sendiri alat musik, mainan, perkakas, hingga pajangan dari bahan bambu.

“Ketika kami bikin komunitas, saya berpikir tidak usah membeli alat-alatnya. Bikin saja sendiri, jadi anak-anak juga bisa sekalian belajar,” ucapnya.

Dia menyebutkan, alat musik yang dibuat di antaranya ialah toleat, karinding, celempung, terompet, goong, calung, dan angklung. Untuk permainan tradisional, peralatan yang dibuat ialah seperti egrang, gangsing, atau gatrik.

Selain untuk kebutuhan komunitas, alat musik dan mainan tradisional yang dibuat juga dijual. Abah Akung juga membuat berbagai kerajinan bernuansa tradisional untuk digunakan maupun dipajang.

Baca Juga:  Terseret Kasus Korupsi BTS Kominfo, Menpora Dito Diperiksa Kejagung Hari Ini

“Yang sudah terjual itu, satu set cangkir berisi 6 cangkir, teko, dan nampan, harganya Rp 300 ribu. Untuk barang yang terjual paling mahal, yaitu satu set alat musik. Harganya Rp 2,5-3 juta,” tuturnya.

Abah Akung berharap, kesenian dan permainan tradisional Sunda bisa terus bertahan di tengah arus modernisasi. Apalagi, banyak permainan dan seni tradisional mengandung filosofi yang baik.

“Oleh karena itu, anak-anak harus dikenalkan. Kalau tidak, seni dan kaulinan barudak akan dilupakan dan akhirnya menghilang,” tuturnya. (Red).