Ratusan Sekolah di Jabar Rentan Konflik Kepemilikan

JABARNEWS | BANDUNG BARAT – Sekolah-sekolah yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat rentan akan konflik kepemilikan lahan.

Pasalnya, sekolah tingkat SMA yang berada di bahah naungan Pemprov Jabar mayoritas tidak memiliki sertifikat tanah dan bangunan. Jumlahnya ada sekitar 630 sekolah.

Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya mengatakan, total terdapat 830 SMA Negeri di Jabar. Dari jumlah tersebut, cuma 200 sekolah yang mengantongi sertifikat.

“Kami mendapatkan data dari 830 SMAN di Jawa Barat, baru 200 yang mengantongi sertifikat tanah belum memiliki sertifikat. Maka ini sangat rentan menyulut konflik,” kata Hadi, Rabu (12/8/2020).

Baca Juga:  Gerindra Minta Publik Tidak Mempergunjingkan Sandiaga Uno Yang Langkahi Makam Kiai Pendiri NU

Kasus terakhir terkait konflik kepemilikan tanah sekolah ialah antara SMKN 1 Cipatat dengan Kepala Desa Sarimukti. Konflik itu berujung pada aksi perataan lahan sekolah oleh kepala desa.

Perataan tanah itu dilakukan tanpa sepengetahuan kepala sekolah. Tanah yang semula dipakai lapang anak sekolah dan direncanakan jadi kantin sekolah, akhirnya tak bisa dipakai lagi.

Hadi menilai bahwa kasus sejenis perlu dihindari. Oleh karena itu, dia mengaku sudah meminta Pemprov Jabar untuk segera melakukan sertifikasi terhadap ratusan lahan SMA/SMK negeri.

Dengan demikian, siswa dan guru akan aman saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Selain itu, ketika ada rancangan pembangunan sekolah pun tidak akan bermasalah.

Baca Juga:  Amankan Aksi 11 April, Polda Metro Jaya Kerahkan Ribuan Personel

“Kami harap agar ini jadi program serius Gubernur Jabar. Bagaimana guru dan siswa bisa nyaman belajar mengajar, kalau sekolah mereka sendiri tak bisa aman,” tuturnya.

Sementara itu, Kasubbag Keuangan dan Aset pada Dinas Pendidikan Jabar Tadzim Syamsudin mengklaim, data 600-an lahan SMK/SMA yang belum setifikat itu tidak berarti seluruh lahan tidak disertifikasi.

Menurut dia, hanya sebagian saja lahan atau bangunan yang tidak bersertifikat, karena banyak sekolah yang memiliki lahan lebih dari satu bidang.

Baca Juga:  Kisruh Kudeta Keraton Cirebon Berlanjut, Rahardjo Dilaporkan ke Polda Jabar

“Satu sekolah itu bisa saja memiliki 2-5 bidang tanah. Nah, mungkin saja bidang tanah ke-3 atau ke-4 masih belum selesai. Artinya tidak seluruhnya belum selesai, tapi sebagai bidang tanah,” jelasnya.

Tadzim menilai, selama sekolah masih ada dan dilakukan pembangunan, maka proses sertifikasi lahan tidak akan selesai. Soalnya, sekolah akan terus melakukan pelebaran lahan.

“Sertifikasi lahan tidak akan selesai, karena suatu hari sekolah akan melakukan pembangunan lagi dan membeli tanah lagi,” katanya.

Apalagi, imbuh dia, jika pemanfaatan lahan dilakukan dengan metode hibah. “Itu banyak yang belum diurus surat-menyuratnya,” tukasnya. (Red)