DPPKB Purwakarta Gencar Sosialisasi Cegah Stunting, Begini Pentingnya 1000 HPK

JABARNEWS | PURWAKARTA – Tak sedikit dari masyarakat yang masih belum memahami istilah stunting. Sebagian dari masyarakat bahkan menilai bahwa kondisi tubuh anak yang pendek kerap kali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya. Kondisi itu membuat para orangtua hanya menerima tanpa berbuat banyak untuk mencegahnya.

Maka dari Dinas Penanggulangan Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Purwakarta terus gencar melakukan kegiatan sosialisasi Program Prioritas Nasional (Pro PN) 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) untuk mencegah stunting.

Seperti yang dilakukan pada Rabu (12/8/2020), puluhan ibu-ibu di Desa Cikopo, Kecamatan Bungursari, mengikuti pembinaan promosi pencegahan stunting dengan memanfaatkan 1000 HPK dari DPPKB Kabupaten Purwakarta.

Kepala DPPKB Kabupaten Purwakarta, H. Nurhidayat melalui Kepala Bidang Ketahanan Keluarga, Yani Swakotama mengatakan sosialisasi dilakukan untuk memberikan edukasi kepada para ibu hamil dan Ibu yang memiliki anak dibawah dua tahun tentang pentingnya 1000 HPK untuk mencegah stunting.

Baca Juga:  Anggota DPR RI Desak Pemkab Majalengka Masalah Kekerasan Anak

Dia memaparkan, stunting berkembang selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Kondisi pada ibu hamil akan memengaruhi kondisi ibu saat melahirkan nanti. Maka ada 3 fase usia kehamilan dan saat anak lahir.

“Yakni akan memengaruhi kondisi bayi usia 0-6 bulan, 7-11 bulan, lalu 12-24 bulan. Perjalanan inilah yang memungkinkan anak mengalami stunting. Karenanya, perubahan perilaku menjadi hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan stunting,” ungkap Yani, saat ditemui disela-sela kegiatan tersebut.

Menurutnya, perilaku masyarakat yang bisa memicu terjadinya stunting. Misalnya perilaku yang kurang baik dalam pola hidup, pola makan, dan pola pengasuhan anak. Orang tua yang pendek tidak otomatis akan memiliki anak pendek.

Baca Juga:  Pembunuhan di Indramayu, Teman Baik Dicekik hingga Tewas

“Anak bisa menjadi pendek karena orang tua menerapkan pola asuh dan pola makan seperti yang diterimanya dulu. Maka dengan sosialisasi imi lingkaran utu harus diputus,” tegasnya.

Menurutnya stunting bukan melulu soal tinggi badan yang tidak tercapai. Lebih jauh lagi, kondisi ini akan menentukan kualitas-kualitas anak di kemudian hari.

Pasalnya, lanjut Yani, stunting bukan hanya gagal tumbuh kembang anak secara fisik justru yg di khawatirkan hari ini adalah gagal tumbuhnya perkembangan otak, karena perkembangan otak ditentukan oleh, asupan gizi, nutrisi yang tepat pada saat hamil, pengasuhan yang baik dan benar dan pendidikan pada usia Baduta (stimulasi).

“Banyak perilaku selama 1000 HPK yang meningkatkan kerentanan terjadinya stunting. Misalnya, masih banyak ibu hamil yang tidak paham soal stunting, dan tidak meyakini bahwa stunting bisa terjadi akibat pola makan yang salah. Sebagian ibu merasa bahwa kehamilan adalah kondisi biasa saja, jadi tidak memperbaiki pola makannya,” jelas Yani.

Baca Juga:  Pergeseran Tanah di Cianjur, Herman: Mengidentifikasi Dan Penuhi Kebutuhan Korban

Maka dari itu, sambung dia, pondasi utama kehidupan manusia di masa depan dapat dipengaruhi oleh pengasuhan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan, yang dimulai sejak awal konsepsi atau selama 270 hari masa kehamilan serta 730 hari setelah lahir (hingga anak berusia 2 tahun).

“Dengan sosialisasi tersebut diharapkan dapat menciptakan keluarga yang lebih berkualitas dengan menekan angka stunting, kematian ibu dan anak, angka kemiskinan, angka gizi buruk, dan masalah lainnya,” harapnya. (Gin)