Dedi Mulyadi Sambangi Pejuang Kemerdekaan RI Yang Penuh Sarang Peluru

JABARNEWS | PURWAKARTA – Badannya masih tegap, serta senyum ramahnya terpancar dari salah seorang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, Bah Emang namanya yang kini berusia 99 tahun.

Namun siapa sangka, dibalik badannya yang masih kekar meski sudah termakan usia itu, Bah Emang di sekujur tubuhnya terdapat delapan luka bekas tembakan peluru yang berasal dari para tentara Belanda.

Anggota DPR RI Dedi Mulyadi di tengah kesibukannya, menyempatkan diri berkunjung ke kediaman pejuang kemerdekaan RI yang kini memiliki lima anak ini.

“Bah.. Bahh.. merdeka Bah!,” teriak Dedi Mulyadi, saat datang kerumah pejuang kemerdekaan, yang ditayangkan di Chanel Youtube nya, Minggu (16/08/2020).

Sambil duduk di kursi kayu, Bah Emang kembali mengingat dirinya saat berjuang ketika agresi militer Belanda II.

“Ini Bah Emang, pejuang kemerdekaan, banyak lobang ditembak,” ujar Dedi Mulyadi sambil menunjukan bekas luka.

Baca Juga:  Melihat Permainan dan Skuad Timas Indonesia saat Bantai Nepal, Raksasa Asia?

Dedi Mulyadi mengatakan dalam kunjungannya itu, Bah Emang bercerita saat menjadi tentara Republik Indonesia (TRI), saat itu, pangkat Bah Emang masih Pratu.

“Bah Emang bertugas di Batalyon 1 Resimen 7 Purwakarta, atau masuk dalam pertahanan TRI wilayah Bandung,” ujar Dedi Mulyadi.

Tepatnya pada tahun 1948 atau 3 tahun usai kemerdekaan, agresi militer kedua pecah, kata Dedi Mulyadi, Abah bersama puluhan tentara lain terlibat baku tembak dengan pasukan Belanda di perkebunan karet yang ada di Kalijati, Subang.

Ternyata, yang gugur dalam pertempuran itu tidak hanya tiga kawan Abah, tetapi satu kompi tertembus timah panas Belanda. Bahkan Bah Emang sendiri tertembus 8 tembakan di punggung, tangan, kaki termasuk kepala. Beruntung peluru mengenai kepalanya tidak separah yang didapatkan pada kaki kirinya.

Baca Juga:  Gandeng BPI, Bekraf Sosialisasikan Rencana Event Akatara

Dengan delapan peluru yang bersarang di tubuh, saat itu Abah hanya pasrah kepada Tuhan. Darah segar terus menutupi wajahnya. Bahkan dengan menahan sakit, dirinya hanya bisa tergeletak di perkebunan karet di Kalijati Subang.

Doanya terkabul, ketika itu ada dua perempuan melintas, dengan suara paraunya dia berteriak meminta tolong. Bahkan meminta kedua perempuan tersebut untuk membawakan air minum dan menutup wajahnya dengan dedaunan.

Awalnya kedua perempuan itu ketakutan apalagi dengan kondisi Abah yang bersimbah darah, kedua perempuan tersebut memberi air yang dibawa dengan daun pisang. Setelah meminum air itu, Bah Emang minta wajahnya ditutupi daun. Dengan alasan supaya dingin.

Bukannya dingin, ternyata Abah semakin kepanasan ketika wajahnya tertutup daun pisang tersebut. Tak berapa lama, jantungnya berdetak kencang. Pasalnya, pasukan Belanda melakukan patroli, untuk memastikan bahwa para tentara Indoensia ini telah gugur.

Baca Juga:  Kehabisan Peti Mati, Subang Gunakan Kantong Mayat Untuk Jenazah Covid-19

Menjelang maghrib, Emang baru mendapatkan pertolongan. Salah seorang warga, lantas membawanya untuk dievakuasi ke tempat aman.

Setelah itu, kakek lima anak ini tak sadarkan diri selama 40 hari. Dalam ketidaksadarannya, Bah Emang sering meracau dengan menggunakan bahasa Belanda. Bahkan, ketika sadar, makannya juga inginnya roti, bukan nasi ataupun singkong.

Seiring dengan berjalannya waktu, Abah mulai sembuh. Namun karena luka tembak itu, dia akhirnya pensiun dini jadi tentara. Bahkan di usia 25 tahun dia pensiun, hanya 5 tahun sebagai TRI.

Setelah pensiun, Bah Emang beraktivitas menjadi petani. Kemudian menikah dan memiliki lima anak. Kini ia hidup berdua dengan istri barunya, sebab istri pertama sudah meninggal dunia. (Red)