Produksi Pangan di Cimahi Hanya Cukupi Kebutuhan 2,85 Persen Penduduk

JABARNEWS | CIMAHI – Alih fungsi lahan pertanian di Kota Cimahi menimbulkan persoalan. Produksi pangan jadi tak berimbang dengan kebutuhan pangan masyarakat.

Saat ini lahan persawahan di Cimahi tinggal tersisa 137 hektare, dengan potensi produksi beras yang dihasilkan sekitar 1,6 ton per tahun.

Angka produksi itu diperkirakan hanya mencukupi sebanyak 2,85 persen dari total penduduk Cimahi, yang berjumlah 553.755 jiwa.

Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna menyatakan, untuk pemenuhan pangan bagi masyarakat terpaksa harus mendatangkan dari luar daerah.

Baca Juga:  Presiden Partai Buruh Cium Tangan Ganjar Pranowo, Said Iqbal: Capres Lain Panik!

Untuk menjaga sisa lahan sawah yang masih tersisa, terang Ajay, Pemkot Cimahi melakukan berbagai upaya dan kebijakan yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.

“Kami sudah memasukan lahan seluas 33,09 hektare ke dalam Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang tidak boleh dialihfungsikan,” kata Ajay, Senin (31/8/2020).

Kecuali, lanjut dia, alih fungsi yang dilakukan untuk kepentingan tertentu, sebagaimana disyaratkan dalam ketentuan di Undang-undang.

Di samping itu, lanjut Ajay, beberapa bentuk intensif diberikan pemerintah terhadap lahan-lahan pertanian di wilayah yang dilindungi.

Baca Juga:  Presiden Ajak Semua Elemen Bangsa Menjaga Pancasila

Di antaranya ialah dengan memberikan bantuan sarana prasarana seperti bibit, alsintan, pupuk, serta pembinaan dan pendampingan petani.

“Upaya ini diharapkan dapat menggenjot produktivitas pertanian dan mengurangi alih fungsi,” kata Ajay.

Menurut dia, permasalahan distribusi pangan yang belum merata pun rentan menyebabkan gejolak harga pangan.

Pada masa panen raya, harga pangan masih wajar. Sebaliknya, saat masa paceklik, harga pangan menjadi sangat mahal.

Hal tersebut diduga karena tidak ada lembaga yang bisa menjaga stabilitas pasokan dan harga. Ajay mengatakan, Kementrian Pertanian telah melakukan terobosan sebagai solusi permanen.

Baca Juga:  Polisi di Jabar Diminta Tak Pungli dan Arogan Dalam Pengamanan Idul Adha

Terobosan itu dalam rangka mengatasi gejolak harga pangan, serta mempermudah aksesibilitas pasokan dan harga pangan di tingkat konsumen.

“Undang-undang pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan, tapi juga memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan,” kata Ajay

“Untuk itu, perlu ada program berkesinambungan yang didukung sumber daya alam, kelembagaan, budaya, permodalan serta teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan,” lanjutnya. (Yoy)