Limbah Proyek Kereta Cepat Cemari Puluhan hingga Ratusan Hektar Sawah

JABARNEWS | BANDUNG BARAT – Ratusan petani mengeluhkan limbah proyek yang mencemari lahan pertanian di Desa Puteran, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Rabu (2/9/2020), limbah proyek berupa cairan serupa campuran semen atau beton itu mengalir ke Sungai Cileuleuy.

Padahal, aliran sungai tersebut dimanfaatkan untuk mengairi lahan persawahan di Desa Puteran. Limbah itu diketahui berasal dari proyek di tunnel 6.3.

“Sawah yang airnya tercemar itu luasnya sekitar 182 hektar. Sawah itu berada di enam blok, lokasinya di lima kampung di Desa Puteran,” kata seorang petani yang menolak disebutkan namanya.

Baca Juga:  Ini Lho Trend Fashion Musim Panas yang Bakal Hits di Tahun 2020

Meski begitu, dia mengaku belum tahu dampak dari air yang tercemar itu terhadap tanaman padi, karena para petani belum memanen hasilnya.

“Setelah ramai, airnya jadi normal lagi. Namun, kami khawatir airnya itu menimbulkan dampak terhadap pertanian,” katanya.

Dia menyebutkan, sawah di lima kampung yang airnya tercemar dimiliki dan digarap oleh ratusan petani. Para petani pun mengeluhkan gatal-gatal saat memasuki persawahan yang tercemar airnya.

“Airnya abu-abu, kayak bercampur semen, dan memang sawah juga jadi cepat kering dan retak-retak. Sekarang sih sudah mendingan, setelah kemarin diprotes,” katanya.

Baca Juga:  Antisipasi Lonjakan Limbah Medis Covid-19, Pemprov Jabar Lakukan Hal Ini

Menurut dia, PT CREC sebagai subkontraktor dari PT KCIC siap bertanggung jawab atas keluhan para petani. Sistem pengairan atau irigasi akan dikelola lebih baik, terutama untuk menghindari pencemaran lahan pertanian.

“Kemarin sudah ada mediasi, bersama dengan pihak desa juga. Mereka janji mau buat paralon untuk memperbaiki pengolahan limbah. Kita lihat saja,” tandasnya.

Kepala Desa Puteran Yandi Hadiana membenarkan adanya pencemaran terhadap lahan persawahan. Namun, dari data yang ia dapat, pencemaran limbah proyek tidak sampai 182 hektar.

Baca Juga:  Penjaga Irigasi Sei Ular Temukan Mayat, Ini Identitasnya

“Betul ada lahan pertanian yang tercemar, tapi ada kesimpangsiuran data antara Gapoktan dengan pihak Desa,” katanya.

“Data yang kami pegang berdasar sidak ke lapangan tidak sebesar itu. Hanya sekitar antara 72 sampai 75 hektar,” katanya, melanjutkan.

Menurut dia, Sungai Cileuleuy tak hanya dimanfaatkan sebagai sumber air bagi pertanian, tetapi juga sering dipakai warga untuk mandi dan mencuci.

“Selain keluhan data petani gatal-gatal, warga yang juga menggunakan air Cileuleuy juga mengeluhkan gatal gatal. Ada sekitar tiga RW yang lapor ke kami,” tuturnya. (Yoy)