Hasil Kajian KPK 82% Calon Kepala Daerah Didanai Sponsor

JABARNEWS | JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sekira 82 persen dana yang digunakan oleh para calon kepala daerah bersumber dari sponsor. Data tersebut diketahui bedasarkan hasil kajian yang dilakukan KPK beberapa tahun ke belakang.

“Faktanya dalam kajian KPK sebelumnya, ada sekitar 82 persen calon kepala daerah itu didanai oleh sponsor, tidak didanai pribadinya. Itu menunjukkan ada aliran-aliran dana dari sponsor kepada calon kepala daerah,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam sebuah diskusi daring, Jumat (11/9/2020).

Baca Juga:  Diduga Jembatan Ambruk Di Purwakarta karena Tanah yang Labil

Lebih lanjut dikatakan Nurul Gufron, Pilkada serentak 2020 yang digelar di tengah pandemi Covid-19, seharusnya dapat dinilai dari sudut pandang positif. Menurutnya, sisi positifnya yakni minimnya biaya yang dikeluarkan para kontestan.

“Pilkada yang akan diselenggarakan nanti menemukan momen yang memanfaatkan Covid-19 untuk meminimalisir pembiayaan. Sehingga mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang terpilih yang tidak merasa berutang banyak,” tuturnya.

Di kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD khawatir, jika dana sponsor dapat berdpak buruk lebih jauh lagi. Menurutnya, hal tersebut bisa menyebabkan bukan saja korupsi uang, namun juga korupsi kebijakan.

Baca Juga:  Maman Janjikan Penangan Sampah Bakal Profesional

“Belum lagi permainan seperti yang dikatakan Pak Ghufron tadi di mana calon-calon itu 82 persen dibiayai. Itu berdampak apa? Melahirkan kebijakan sesudah pemilih, melahirkan korupsi kebijakan,” kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan, korupsi kebijakan berbahaya, karena sifatnya yang berbeda ketimbang korupsi uang. Jika korupsi uang bisa dihitung, maka korupsi kebijakan tidak.

Baca Juga:  KPU Purwakarta Fasilitas Dan Batasi APK Pemilu 2019

“Korupsi kebijakan itu lebih bahaya ya dari korupsi uang. Korupsi uang kan bisa dihitung, tapi kalau kebijakan dalam bentuk lisensi penguasaan hutan, lisensi penguasaan tambang, yang sesudah saya periksa itu ternyata ada tumpang tindih,” tuturnya.

“Karena ada undang-undang yang menyatakan seorang kepala daerah boleh memberi lisensi eksplorasi untuk sekian persen dari luasnya daerahnya. Ternyata ada lisensi yang melebihi luas dari daerahnya, sehingga itu tumpang tindih,” ujarnya. (Red)