Lebih dari 100 Dokter Meninggal karena Covid-19, IDI Jabar Minta Hal Ini

JABARNEWS | BANDUNG – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat meminta pemerintah daerah mempertegas sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.

Hal tersebut penting jika pemerintah daerah tidak mau kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Ketua IDI Jabar Eka Mulyana mengatakan, saat ini kondisi tenaga kesehatan di Indonesia cukup memprihatinkan, tidak kecuali dengan di Jabar

Oleh karena itu, dia menilai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 perlu diterapkan dengan lebih baik. Di antaranya ialah dengan pengetatan protokol kesehatan pada masyarakat.

Baca Juga:  Simak! PSII Pastikan Jadwal Terkait Piala Dunia U-20 2021

“Bukan tidak mungkin, tidak perlu PSBB juga bisa, tapi pertanyaannya bisa atau enggak? Kalau tidak, ya bukan tidak mungkin mundur lagi jadinya (ke PSBB),” kata Eka saat dihubungi wartawan, Minggu (13/9/2020).

Menurut dia, sejauh ini masyarakat tidak bisa hanya diberikan imbauan dalam penerapan protokol kesehatan. Sanksi yang telah diatur juga perlu ditegakkan kepada para pelanggar.

Protokol kesehatan, kata Eka, menjadi sangat penting untuk mencegah ancaman efek domino dari Covid-19. Ketahanan tenaga kesehatan juga bisa ikut terancam.

Baca Juga:  Kasus Covid-19 di Kabupaten Garut Turun Drastis, BOR di Bawah 15 Persen

Jika masyarakat abai akan protokol kesehatan, maka penyebaran serta jumlah kasus Covid-19 akan terus meningkat. Tingkat okupansi rumah sakit juga bakal terus bertambah.

“Artinya menekan penyebaran virusnya, jadi memutus rantai penularan. Sekarang kan bagaimana protokol kesehatan, sanksinya, karena tujuannya supaya beban kerja tenaga medis juga tidak melebihi batas,” katanya.

Baca Juga:  Buka Seminar KIM Yang Dilaksanakan Diskominfosantik, Ini Pesan Plt Bupati Cianjur

Sejak kasus Covid-19 masuk ke Indonesia pada Maret 2020 lalu, dia mengatakan hingga saat ini sudah ada lebih dari 100 dokter yang meninggal dunia oleh Covid-19.

Menurut dia, jumlah kematian dokter di Indonesia karena Covid-19 itu merupakan salah satu yang terbanyak dibandingkan negara lain.

“Kenapa bisa seperti ini, karena kondisi sistem kesehatan kita, yang disebut okupansi atau kapasitas tempat tidur di rumah sakit, ini kelebihan kapasitas,” kata Eka. (Yoy)