Pandemi Covid-19, Begini Nasib Penjual Banros di Purwakarta

JABARNEWS | PURWAKARTA – Kue tradisional bernama kue Bandros yang terbuat dari campuran tepung beras, kelapa parut, dan santan. Kemudian semua bahan tadi dimasak dalam cetakan yang mirip dengan cetakan kue pancong, sudah tak asing lagi bagi masyarakat Kabupaten Purwakarta ataupun Jawa Barat.

Biasanya cemilan khas Jawa Barat ini didagangkan secara keliling seperti yang dilakukan Udin (35), penjual kue Bandros di wilayah Desa Bojong Timur, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta.

Berbeda dengan kue Bandros pada umumnya yang tersaji dengan taburan gula pasir, namun kue Bandros yang dijual Ujang memiliki citarasa yang unik, teksturnya yang renyah, asin dan gurih. Camilan ini makin nikmat bila disantap saat masih hangat.

Saat ditemui di Desa Bojong Timur, Ujang mengaku hanya menjajakan jualannya di sekitar wilayah Desa Bojong Timur saja.

“Iya kang, abdi mah jualan di sekitar sini aja gak jauh,” ucap Udin.

Baca Juga:  Nekat Mudik, Satu Keluarga Sembunyi Di Mobil Towing

Harganya yang murah meriah membuat makanan selalu menjadi jajanan favorit masyarakat. Bandros mang Udin merupakan makanan tradisional yang sangat digemari di wilayah tersebut.

“Kalau disini mah dicocol dengan sambal, dengan campuran rasa asin dan pedas membuat ketagihan masyarakat di sini,” kata mang Udin.

Sejak mulai terjadi pandemi Covid-19, sekitar 7 bulan terakhir, Udin mengaku, penghasilannya sebagai pedagang Bandros keliling menurun drastis dan bahkan diakuinya tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

Terlebih, pada musim pandemi saat ini, sekolah- sekolah dan tempat keramaian lainnya yang selama ini menjadi tempat berjualannya terpaksa diliburkan untuk sementara waktu.

“Serba sulit sekarang mah kang, jualan (Bandros.red) juga sepi pembeli apalagi sekarang sekolah- sekolah libur.” Ujar Udin saat berjualan di pinggir jalan sekitar kantor Desa Bojongtimur, pada Kamis (24/9/2020).

Jika sebelumnya, Udin menambahkan, dalam satu hari ia mampu menghabiskan adonan Bandros sekitar 10 Kg dengan penghasilan berkisar Rp 100, 000.

Baca Juga:  Soal Anggaran Kemiskinan Rp500 Triliun Habis Dipakai Rapat, Menteri PAN-RB Bilang Begini

Meski dirasa pas-pasan penghasilan tersebut, Udin mengku, masih dapat mencukupi kebutuhan hidup termasuk mencukupi keperluan ke tiga anak- anaknya.

“Kalau sekarang untuk menghabiskan adonan 5 kg saja terkadang sulit, kalau dirata- rata kan 3- 4 Kg lah sehari. Berarti sekarang penghasilan saya paling 30- 40 ribu rupiah saja. Sementara anak saya saya 3, cukup gak cukup ya harus cukup,” keluhnya.

Sementara, selain untuk mencukupi kebutuhan harian seperti biaya makan dan lainnya, lanjut Udin, dirinya pun mengaku terbebani dengan biaya membeli kuota anak- anaknya yang saat ini diharuskan belajar secara daring.

“Anak pertama saya kelas 3 SMP dan anak ke 2 kelas 3 SD kalau anak ke 3 baru usia 3 tahun. Untuk belajar anak- anak paling saya hanya mampu beli kuota yang 10 ribu saja,” ucapnya.

Diakuinya, fropesi berjualan bandros sudah ia geluti sejak 15 tahun silam. Selama itu pula dirinya hanya bergantung pada penghasilan yang diakuinya pas- pas an tersebut.

Terlebih biaya opersional berjualan bandros dirasa semakin tinggi bahkan tak jarang dirinya tidak berjualan karena disebabkan kesulitan mencari gas melon yang biasa digunakan untuk memasak adonan Bandrosnya.

Baca Juga:  Bos Tambang Emas Ilegal di Bogor Diciduk Polisi

“Saya tidak punya keahlian atau penghasilan lain, sudah 15 tahun ini cuma berjualan bandros. Makanya kalau jualan sepi atau tidak berjualan, saya tidak bisa cari uang dari pekerjaan lainnya, apalagi terkadang harga tepung terigu naik dan kesulitan mencari gas 3Kg. Kalau sudah begitu, ya sudah saya tidak bisa jualan ” jelasnya

Udin berharap, situasi pandemi covid 19 saat ini segera berlalu dan kehidupan hingga situasi penjulan bandros nya pun kembali normal.

“Iya lah, semoga saja kembali normal supaya jualan dan penghasilan saya juga turut kembali normal,” harap Udin. (Gin)