Indikator Politik Indonesia: 65 Persen Warga Nasional Minta Pilkada Ditunda

JABARNEWS | JAKARTA – Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei yang dilakukan pada bulan Juli terkait penundaan Pilkada Serentak 2020.

Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, Pilkada 2020 akan menjadi ancaman besar jika tidak dilakukan penundaan. Karena menurutnya, sebanyak kurang lebih 65 persen warga secara nasional berharap Pilkada ditunda.

Seperti, kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah telah menyatakan sikap untuk penundaan Pilkada.

“Tapi menurut saya kalau keputusan politik diambil dengan asumsi makin meningkat permintaan penundaan dari warga yang akan menghadapi Pilkada di tahun ini, itulah sumber golput terbesar kita,” kata Burhanuddin seperti dilansir dari Detik, Minggu (27/9/2020).

Dikatanyannya, ancaman besar Pilkada 2020 sekarang ini jika tidak di tunda bukan hanya berdampak adanya klaster Covid-19. Tetapi juga, 65 persen warga secara nasional tersebut akan menjadi sumber Golput.

Baca Juga:  GTPP Covid-19 Jabar Beri Perhatian Khusus Pada Karawang, Ini Alasannya

“Jadi ancaman Pilkada di 270 di tengah bencana ini adalah meningkatnya golput. Jadi 65 persen di bulan Juli yang meminta penundaan adalah sumber golput terbesar,” katanya.

“Legitimasi pemenang pemilu makin berkurang, karena Pilkada dengan pandemi rumusnya berlawanan. Keduanya memiliki grammar yang beda, Pilkada bagian dari politik jelas menuntut partisipasi semaksimal mungkin. Pandemi sebaliknya, menuntut absensi. Ini dua hal yang nggak bisa dikawinkan, tapi oleh pemerintah dan DPR dipaksakan berjalan,” katanya.

Selain itu ancaman lainnya adalah politik uang. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 mengalami tekanan pada kebutuhan ekonomi rumah tangga.

Baca Juga:  Jelang HUT TNI Ke 74 Kodim 0619 Purwakarta Lakukan Ziarah

“Di tengah tekanan ekonomi yang luar biasa di masa pandemi, uang sekecil apapun jadi penting buat warga. Sementara calon dihadapkan pada di mana demand terhadap politik uang meningkat tajam. Jadi ini dua ancaman besar yang gak terelakkan,” katanya.

Oleh karena itu, menurut Burhanuddin jika calon kepala daerah Pilkada mau menang dalam pemilihan ini, maka harus memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi. Ia mengatakan apapun gendernya jika memiliki elektabilitas diatas 87 persen berpotensi menang. Oleh karena itu dia menilai pentingnya meningkatkan popularitas di tengah pandemi Covid-19.

“Rata-rata dari ribuan survei yang kami lakukan, rata-rata calon yang menang tingkat popularitasnya 87 persen. kalau ada calon perempuan tingkat popularitasnya di bawah 87 persen, ya mohon maaf. Ini rumus berlaku nggak lihat gender. Calon laki-laki pun kalau popularitas di bawah 50 persen sulit menang,” katanya.

Baca Juga:  Senin Pagi, Merapi Luncurkan Awan Panas Sejauh 1,2 Kilometer

Akan tetapi popularitas saja tidak cukup. Menurutnya faktor disukai oleh masyarakat dan memiliki citra positif juga menjadi penyumbang keterpilihan.

“Jadi politisi kalau tidak disukai lebih baik memendam mimpinya menjadi politisi karena disukai itu menjadi hal yang luar biasa penting bagi politisi meskipun tingkat popularitasnya masih rendah. tapi misalnya tingkat kesukaannya lebih tinggi maka lebih mudah meningkatkan tingkat dikenalan,” katanya. (Red)