Puluhan Penggarap Resah dengan Isu Penjualan Tanah Carik di Desa Cikalong

JABARNEWS | BANDUNG BARAT – Permasalahan tanah desa atau tanah carik seluas 15 hektare membuat resah puluhan petani penggarap di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat.

Beŕasarkan informasi yang dihimpun, tanah tersebut diduga dijual oleh oknum mantan aparat desa ke pihak perseorangan. Padahal, selama ini tanah itu menjadi lahan garapan dari puluhan petani.

Tercatat setidaknya ada 47 petani penggarap yang menggarap yang memanfaatkan lahan itu di beberapa blok. Antara lain Blok Jariam, Blok Pasir Kawah, Nlok Gunung Batu, dan Blok Cigoong.

Tanah carik tersebut dijual ke seseorang dari daerah luar. Dalam penjualannya, diduga ada pemalsuan dokumen, dengan mencatut 27 penggarap sebagai pemohon pembuatan sertifikat tanah carik.

Baca Juga:  Dikalahkan Timnas Indonesia U-17, Pelatih UEA Puji Tiga Pemain Asuhan Bima Sakti

Ketua RW 19 Desa Cikalong, Agus Rohimat mengatakan, masalah tanah carik tersebut berawal ketika para penggarap mendapat kabar bahwa tanah yang tengah digarap akan diambil alih oleh pihak desa untuk ditanami pohon jeruk.

“Penggarap akan mendapatkan ganti rugi senilai Rp 3.000 per meter. Jadi bukan dihitung per pohon yang sudah tumbuh di tanah garapan,” kata Agus saat ditemui, Selasa (29/9/2020).

Beberapa bulan kemudian, terang dia, beredar kabar bahwa tanah carik itu dijual kepada seseorang bernama Hendra. Agus mengatakan, para penggarap pun akhirnya tergusur tanpa tahu apa-apa.

“Merela memang tidak merasa mengajukan penyertifikatan tanah. Tiba-tiba saja ada nama-nama penggarap yang menyetujui penjualan tanah dan mengajukan sertifikat, bahkan nama dan tanda tangan saya juga ada,” tuturnya.

Baca Juga:  PPKM Darurat Tindas Rakyat Kecil, DPRD Jabar Minta Pemerintah Berlaku Adil

Kekagetan para penggarap tak hanya sampai di situ. U.ntuk pertama kalinya, kata Agus, para penggarap pun harus berurusan dengan polisi yang melakukan penyelidikan.

“Saya ditanya soal penjualan tanah carik itu, ya saya jawab apa adanya. Terus dicek juga tanda tangan saya di dokumen itu asli atau tidak, di situ ketahuan ternyata tanda tangan saya dipalsukan,” bebernya.

Agus mengaku, saat ini dia dan para penggarap lainnya kebingungan. Mereka tak bisa tak bisa memperoleh pendapatan dari hasil berkebun di tanah penggarap, tapi tak tahu harus bagaimana lantaran tanah tersebut memang milik desa.

“Tanah ini sumber penghidupan warga. Dari menanam pisang, singkong, sayuran, kemudian dijual. Kalau enggak bisa lagi menjial hasil tani, kasihan warga,” katanya.

Baca Juga:  Christian Sugiono Digosipkan Selingkuh, Begini Reaksi Titi Kamal

Ia dan warga lainnya berharap, proses hukum bisa terus dilanjutkan. Warga pun meminta agar tanah garapan bisa segera dikembalikan untuk kembali digarap.

“Kami harap bisa segera selesai prosesnya dan tanah itu bisa kembali digarap. Sekarang tanah itu didiamkan, enggak ada yang berani menggarap,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Cikalong Agun Gumelar mengatakan, sebagian tanah carik yang sudah disertifikatkan saat ini dibatalkan. Statusnya kembali menjadi tanah carik.

“Saya sebagai kepala desa yang baru memang prihatin dengan kasus ini. Makanya, saya langsung minta permohonan pembatalan sertifikat tanah carik yang sudah terbit dan dikabulkan,” katanya. (Yoy)