PWI Minta Kapolri Usut Oknum Polisi Aniaya Wartawan Peliput Demo UU Cipta Kerja

JABARNEWS | JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S. Dapari meminta Kapolri Jenderal Idham Azis agar mengusut tuntas dugaan adanya beberapa oknum polisi yang melakukan penganiayaan dan merampas alat kerja wartawan saat melakukan peliputan aksi demo penolakan UU Cipta Kerja, Kamis (08/010/2020) di Jakarta.

“Perbuatan para oknum polisi itu bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers tapi juga merupakan tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi. Ini merupakan pelanggaran sangat serius,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (09/10/2020).

Pihaknya berharap, pimpinan Polri harus memberikan sanksi kepada oknum petugas yang sengaja menghambat kemerdekaan pers secara terang-terangan pada saat aksi demo kemarin.

Baca Juga:  Puluhan Fotografer Purwasuka Berkumpul, Galang Dana untuk Aksi Kemanusiaan

Atal S Depari menegaskan UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya untuk pers itu sendiri. Dengan begitu, semua pihak, termasuk petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers. 

“Pers bekerja berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Di mana, pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers,” tegasnya lagi.

Jadi lanjut dia, pihaknya menyayangkan tindakan kekerasan oleh pihak kepolisian terhadap para jurnalis.Karena wartawan dalam menjalankan tugas dan peranan profesinya dilindungi oleh Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.  

 

Baca Juga:  Bosan Liburan Gitu-gitu Aja? Main Ke Kampung Tajur, Ada Fasilitas Kearifan Lokal

“Bagi siapapun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi serta kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara.

Dalam Peraturan Dewan Pers diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan kepada wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya dan apalagi sampai dibunuh,” paparnya.  

Padahal sambung Atal S. Depari, beberapa wartawan yang meliput aksi protes UU Cipta Kerja ketika itu, sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai kode etik jurnalistik maka seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum.

Maka tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan termasuk penganiayaan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi anti UU Cipta Kerja merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers. 

Baca Juga:  LHKPN Resmi Diumumkan, Siapa Yang Paling Kaya Dalam Pilpres 2019?

Sementara Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi menambahkan, kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa UU Cipta Kerja bukan hanya terjadi di Jakarta. Berdasarkan laporan dari PWI-PWI di daerah hal yang sama juga terjadi di Medan, Lampung, Bandung, dan beberapa provinsi lain.

“Kami mengimbau pimpinan Polri memberikan pembinaan, pelatihan, dan pendidikan kepada polisi yang bertugas di lapangan bagaimana seharusnya menghadapi pers. Sehingga mereka paham bagaimana menghadapi pers di lapangan dan tidak main hakim sendiri yang merusak sendi-sendi demokrasi,” tutup Mirza.(rilis)