Nagara Institute: Pilkada 2020, Ada 29 Calon Diisi Istri Kepala Daerah

JABARNEWS | PURWAKARTA – Nagara Institute menyampaikan ada 124 calon kepala daerah peserta Pilkada Serentak 2020, diantaranya ada 67 laki-laki dan 57 perempuan yang menjadi kontestan.

“Dari 57 perempuan tersebut terdapat 29 kandidat perempuan yang merupakan istri dari kepala daerah sebelumnya,” ujar peneliti Nagara Institute, Febriansyah Ramadhan, dikutip dari CNN, Kamis (15/10/2020).

Dalam riset Nagara Institute itu melaporkan sebanyak 57 kandidat adalah calon bupati, 30 calon wakil bupati, 20 calon wali kota, 8 calon wakil wali kota, 5 calon gubernur dan 4 calon wakil gubernur.

Baca Juga:  Mengenal Sosok Bambang Susantono Calon Kepala Otorita IKN

Setelah itu, ada 102 kandidat yang merupakan pendatang baru atau tidak pernah menjabat sebagai kepala daerah sebelumnya.

“Sedangkan kandidat dinasti politik yang mempertahankan jabatannya lebih sedikit dengan jumlah 22 orang,” ujar Febri.

Provinsi Sulawesi Selatan adalah daerah dengan jumlah kandidat dinasti politik terbanyak. Di sana, terdapat 12 calon kepala daerah terafiliasi dinasti politik.

Kedua adalah Sulawesi Utara, sebanyak 11 orang. Selanjutnya, ada Jawa Tengah sebanyak 10 orang kandidat dinasti yang tersebar tujuh kabupaten pemilihan dan dua kota pemilihan.

Baca Juga:  Mahfud MD: 698 Orang Jadi Tersangka Perdagangan Orang Hanya dalam Sebulan

“Di Jawa Timur yakni sebanyak sembilan orang yang tersebar di tujuh kabupaten pemilihan dan dua kota pemilihan,” ujar Febri.

Berdasarkan riset ini, Nagara Institute menemukan bahwa jumlah kandidat dinasti politik terus meningkat di setiap kontestasi. Terlebih setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIII/2015 yang menghalalkan dinasti politik.

Baca Juga:  Facebook Gaming Kini Bisa Hasilkan Cuan, Ini Caranya

Pada 2005-2014 terdapat 59 kandidat dinasti politik. Setelah putusan MK keluar di tahun 2015, angka dinasti politik pada Pilkada 2015, 2017, 2018 naik menjadi 86 orang kandidat.

Pilkada 2020, disebut Febri masih berkutat dengan pola masalah yang sama dari pilkada sebelumnya. Fungsi rekrutmen partai politik masih jauh dari harapan.

“Partai politik belum berhasil untuk menjadi laboratorium yang menyiapkan calon pimpinan daerah yang berbasis pada nilai-nilai,” ujar Febri. (Red)