Soal Omnibus Law, Bima Arya: Kewenangan Penetapan Amdal Bukan Lagi Pemda

JABARNEWS | BOGOR – Sejumlah kepala daerah memberikan catatan terkait kewenangan mereka yang berkurang akibat disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Hal tersebut dikatakan Wali Kota Bogor Bima Arya dalam sebuah dialog yang dilakukan bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, dan para kepala daerah yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).

“Kami melihat ada catatan-catatan yang harus diselesaikan lewat aturan-aturan turunannya. Seperti proses perizinan flow-nya belum jelas, karena kewenangan menetapkan Amdal tidak lagi di pemerintah daerah. Tapi sejauh mana pemerintah daerah masih bisa melakukan fungsi kontrol terhadap lingkungan hidup,” ungkap Bima dalam keterangan tertulis, dilansir dari Detik, Sabtu (24/10/2020).

Kemudian wakil ketua Apeksi ini mengatakan ada pasal tentang program strategis nasional yang bisa menabrak Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah. Lalu ada juga catatan tentang Mall Pelayanan Publik (MPP).

Baca Juga:  Hari Pertama Bekerja Saat PSBB Transisi, Antrian Penumpang KRL Mengular

“Itu juga kami belum mendapatkan penjelasan. Tadi juga menurut Pak Menteri akan ada diskresi dari kepala daerah untuk membatalkan itu, tetapi ruang diskresinya di mana? Rumusannya seperti apa di peraturan pemerintahnya? Itu belum jelas,” kata Bima.

“Tentang Mall Pelayanan Publik (MPP). Banyak daerah MPP-nya sudah bagus. Tapi sekarang ditarik lagi ke pusat melalui Online Single Submission (OSS). Sejauh mana OSS ini bisa memastikan standarnya sama. Kami di daerah sudah ada standarnya, waktunya, biayanya dan lain-lain. Kalau di tarik ke pusat gimana? Tadi Kepala BKPM menyebutkan akan dibangun sistem yang baru. Tapi kami masih belum dapat penjelasannya,” tambah Bima.

Baca Juga:  Pemprov Jabar Tingkatkan Kapasitas Tes Covid-19

Ia juga mempertanyakan bagaimana apabila OSS itu mengizinkan berdirinya unit usaha, tetapi secara sosial kemudian ada persoalan di situ. Menurutnya, investasi bukan sekadar ekonomi, tetapi harus dilihat juga dari ekosistem lingkungan, sosial, dan budaya.

“Saya melihat bahwa tujuannya baik untuk investasi. Tapi investasi itu harus dipahami bukan sekedar konteks ekonomi. Tapi harus dilihat sebagai ekosistem lingkungan, ya sosial, budaya, harus diperhatikan juga. Bukan hanya menambah pundi-pundi saja tapi ada aspek lain,” terangnya.

“Intinya banyak sekali catatan dari kami para kepala daerah. Kami menyambut baik itikad atau niat dari pemerintah pusat untuk melibatkan Apeksi dalam pembahasan aturan turunannya. Segera kami akan diberikan draft dari RPP. kemudian kami segera juga akan menyampaikan catatan kami.”

Baca Juga:  Pilkada 2020, Indramayu Bakal Batasi TPS Dengan Maksimal 470 Pemilih

“Di Kota Bogor kami buat catatan tentang semua klaster dalam beberapa hari ini rampung. Kita akan kompilasi dengan masukan dari seluruh Indonesia. Jadi, Apeksi ini sikapnya konstruktif. Kita kritisi pasal-pasal secara substantif,” tandasnya.

Di Kota Bogor, kata Bima, telah dibentuk tim khusus yang berisikan 23 orang untuk mengkaji semua bidang. Hasil kajian akan diberikan ke Apeksi untuk dikompilasi lalu diserahkan ke kementerian terkait.

“Semua dikaji, urusan transportasi, buruh, UMKM, tata ruang, lingkungan, dan lain-lain. Dalam beberapa hari ke depan akan rampung, ini akan kita serahkan ke Apeksi untuk dikompilasi lalu diserahkan kepada kementerian terkait. Rekomendasi rumusan aturan turunan, PP atau Keppres,” pungkas Bima. (Red)