Sikap Politik Pemuda

Penulis: Ali Syaifa AS (Komisioner KPU Kota Bekasi)

Sebagai eksistensi sebuah masyarakat, bangsa Indonesia sudah ada sejak lama sekali. Dalam catatan yang ditulis oleh sejarawan internasional yang bernama Yuvah Noah Harari bahwa di kepulauan nusantara sudah dihuni oleh kumpulan atau sekelompok manusia sejak jutaan tahun silam. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan sejarah mengenai jejaj-jejak manusia solo di lembah sungai bengawan solo dan manusia flores di daratan pulau tersebut.

Namun demikian, eksistensi bangsa Indonesia sebagai sebuah Negara-Bangsa (Nation-Sate) yang berdaulat dan diakui oleh negara lain belumlah lah lama. Belum sampai genap berumur 100 tahun atau satu abad. Bangsa Indonesia secara hukum (de jure) baru diproklamirkan sebagai sebuah negara pada tanggal 17 agustus 1945 oleh Soekarno dan Hatta mengatasnamakan rakyat Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia adalah puncak dari sebuah pergumulan, usaha, doa, dan cita-cita masyarakat Indonesia yang mengkristal. Jauh sebelum merdeka, di awal tahun 1900an, Pemuda-Pelajar (student-youth) menyadari bahwa penjajahan yang dilakukan oleh kolonialisme menyebabkan penderitaan pada rakyat. Sebagai masyarakat pribumi atau bumi putera, mereka ingin menikmati sebuah kebebasan, kesetaraan, dan perlakuan yang adil. Mereka sadar derita yang dialami oleh bangsanya.

Baca Juga:  Bank bjb Gelar Seminar Virtual "Strategi Bisnis" Bagi Kalangan UMKM di Masa PSBB

Keinsyafan yang lahir pada kalangan pemuda-pelajar (student-youth) melahirkan sebuah pikiran politik dimana perlu dan pentingnya sebuah persatuan segenap kekuatan masyarakat untuk keluar dari ketertindasan dan terbelakangan. Pikiran politik mereka mampu memantik segenap elemen masyarakat dalam arus pikiran yang sama. Sehingga terjadilah gerakan kebangkitan nasional yang menggema dimana-mana. Masyarakat se-Hindia Belanda pada akhirnya menyadari adanya kesamaan nasib yang sepenanggungan.

Kesamaan nasib sepenanggungan ini yang menjadikan masyarakat ingin bersatu padu dan menjadi satu bangsa (nation). Apa itu bangsa, sebagaimana dikatakan oleh Renan yang dikutip oleh Bung Karno. Dimana ia menyatakan bahwa bangsa adalah “Kehendak akan bersatu” atau “Le desir d`etre ensemble’’. Hal senada disampaikan Otto Bauer menyatakan lain lagi bahwa bangsa adalah persatuan perangai yang timbul karena persamaan nasib.

KESADARAN KOLEKTIF

Kesadaran itu pada akhirnya melahirkan pikiran pentingnya sebuah perjuanga kolektif. Perjuang secara kolektif jauh akan lebih efektif dalam perjuangan dibanding perjuangan individual. Pelan tapi pasti lahirlah kesadaran berorganisasi dikalangan Pemuda-Pelajar (student-youth) baik yang bersifat kedaerahan maupun berbasis nilai keagamaan. Tercatat dalam sejarah, berdirilah Budi Utomo di tahun 1908 dan Sarekat Islam 1911.

Baca Juga:  Mudahkan Transportasi Wisatawan, KMP Tao Toba II Dioperasikan Lagi

Diawali oleh berdirinya Budi utomo dan Sarekat Islam di Hindia Belanda. Kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah persatuan dan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat penduduk pribumi semakin tumbuh berkembang sangat pesat. Maklum saat itu, warga pribumi adalah bangsa kelas tiga di Hindia Belanda. Kelas satu dan kelas duanya adalah bangsa eropa dan bangsa timur asing.

Pada masa-masa selanjutnya, api kebangkitan nasional yang sudah dinyalakan oleh pemuda-pelajar (student-youth) terus menyala, membara, dan membakar kesadaran masyarakat dimana-mana. Tidak hanya memantik kalanan pemuda dan pelajar semata. Juga memantik tokoh-tokoh masyarakat dari kalangan agamawan.

Dari Kalangan Pemuda terlihat dari lahir dan berdirinya organisasi kedaerahan sejak tahun 1914. Misalkan, Jong Pasundan (1914), Jong Sumatra Bond (1917), Sarekat Sumatra (1918), Jong Minahasa (1919), Trikoro Darmo (1918). Sementara kesadaran dari kalangan agamawan terlihat dari lahirnya Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926), dan lain sebagainya.

Bahkan persatuan dikalangan pemuda jauh lebih bersemangat dan agresif lagi. Maklum darah muda jauh lebih menggelora. Puncak persatuan dikalangan pemuda adalah dengan di helatnya pelaksaan kongres pemuda pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta. Dimana dalam akhir kongres pemuda tersebut melahirkan Sikap Politik Pemuda dalam bentuk penegasan pentingnya sebuah persatuan. Dan disepakati apa yang sekarang dikenal sebagai sumpah pemuda. Dimana inti isinya adalah bertumpah darah, berbangsa, dan berbahasa satu yaitu Indonesia.

Baca Juga:  Standardisasi Perdagangan Akan Diterapkan, UU Nomor 20 Tahun 2014 Disosialisasikan

Pada akhirnya, usaha tokoh-tokoh pergerakan kebangkitan nasional. Dengan segala payah dan derita, usaha dan doa, serta perjuangan-perjuangan yang sudah mereka lakukan membawa msayarakat Indonesia menuju pintu gerbang kemerdekaan. Bung Karno menyatakan bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas. Disebarang jembatan itulah, membangun masyarakakat yang kuat dan berdaya saing. Diseberang jembatan itulah, harus menyehatkan masyarakatnya. Diseberang jembatan itulah, ada kewajiban mencerdaskan dan mensejahterakan bangsanya. Seterusnya dan seterusnya. Inilah yang tidak boleh dilupakan oleh pemangku kepentingan.

Hal tersebut semua di atas pada prinsipnya menunjukan bahwa apa yang bangsa ini raih saat ini tidak lepas dari kiprah, peran, dan pikiran politik yang lahir para tokoh penggerak kebangkitan nasional. Selanjutnya, layak bagi kita semua, pemuda hari ini mengapresiasi dan meneladani (*)

Isi tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis.