Lawan Berita Hoaks, AMSI Jabar Lakukan Pelatihan Cek Fakta Pilkada

JABARNEWS | BANDUNG – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Barat menyelenggarakan pelatihan cek fakta Pilkada yang digelar secara daring selama tiga hari yakni pada 27-29 Oktober 2020.

Pelatihan ini merupakan kolaborasi antar media untuk melawan dan memerangi berita palsu atau hoaks yang diikuti oleh 24 peserta yang tergabung dalam AMSI.

Sekretaris AMSI Jabar, Riana Afriadi Wangsadiredja mengatakan, pelatihan ini bertujuan untuk mengecek dan memverifikasi kebenaran berita di Pilkada Serentak 2020.

Baca Juga:  Ingin Tahu Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi PLD Kemendesa 2021, Cek Disini

“Kita melakukan pelatihan cek fakta untuk melawan hoaks di Pilkada bulan Desember dan sudah mulai kampanye pada bulan November,” kata Riana dalam sambutannya, Selasa (27/10/2020).

Sementara itu, salah satu pemateri, Muhammad Junaidi menjelaskan ada dua poin yang disoroti yakni misinformasi dan disinformasi. Misinformasi, ucap dia, adalah informasi atau berita palsu yang beredar, namun orang yang berbagi tidak menyadarinya bahwa itu salah atau menyesatkan.

Baca Juga:  Tempat Pengajian di Garut Jadi Sasaran Amukan Warga, Ludes Dibakar

Sedangkan, lanjut dia, disinformasi, yakni suatu informasi yang dengan sengaja dirancang untuk menyebabkan kerugian. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara wawasan masyarakat terhadap informasi yang beredar di internet.

“Penetrasi internet yang tinggi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemampuan bersikap kritis terhadap informasi yang beredar di internet,” ujar Junaidi.

Baca Juga:  Jengkel Warganet Bahas Nathalie Holscher, Sule Tutup Komentar Media Sosialnya

Dia menyebut ada tujuh alasan dibalik adanya disinformasi diantaranya; jurnalisme lemah, buat lucu-lucuan, sengaja buat provokasi, partnership, cari duit (clickbait, iklan), gerakan politik, dan propaganda. Tak hanya itu, Junaidi mengungkapkan, redaksi media sering terjebak dalam membuat konten yang justru menjadi misinformasi dan disinformasi.

“Media juga sering membuat konten yang seperti ini. Karena mengejar tayang dan permintaan terkadang membuat konten tanpa mengecek kebenarannya,” tutupnya. (Rnu)