Dedi Mulyadi Sebut Moge Lebih Cocok untuk Kendaraan Taktis TNI

JABARNEWS | PURWAKARTA – Anggota DPR RI Dedi Mulyadi kembali menyoroti soal motor gede (moge), baik dari sisi kebutuhan di lapangan maupun sepak terjangnya di jalanan yang banyak merugikan masyarakat pengguna jalan lainnya.

Menurut mantan Bupati Purwakarta itu, moge lebih cocok digunakan sebagai kendaraan taktis TNI. Hal ini sesuai dengan sejarah keberadaan moge di Indonesia. Moge di Indonesia keberadaannya muncul tak lepas dari terjadinya perang dunia ke-1 dan ke-2. Saat itu moge dipakai untuk kendaraan taktis militer, termasuk di Indonesia.

“Nah untuk kondisi saat ini pun moge cocok jika digunakan sebagai kendaraan taktis TNI, bukan dipakai di jalan raya seperti sekarang ini,” kata Dedi Mulyadi melalui ponselnya, Selasa (3/11/2020).

Baca Juga:  Kumpulkan Uang Koin, K5 Pasar Induk Cianjur Bisa Kurban 4 Ekor Sapi

Dedi Mulyadi mengatakan, sebagai kendaraan operasional tempur moge diperlukan oleh TNI. Moge bisa digunakan di daerah perkebunan atau pedalaman untuk mengangkut banyak muatan. Dan saat ini, kata Dedi Mulyadi, TNI tugasnya tidak hanya bertempur tapi juga ikut serta dalam pembangunan di daerah-daerah pedalaman.

“Jadi kalau bicara kebutuhan, moge itu justru dibutuhkan oleh TNI sebagai kendaraan taktis untuk mengangkut logistik sampai mengangkut warga pedalaman yang membutuhkan pertolongan,” jelasnya.

Baca Juga:  DPRD Minta Pemkot Bandung Gulirkan Inovasi, Maksimalkan Fungsi Transportasi Umum

Terkait keberadaan pengguna moge saat ini yang banyak dikeluhkan pengguna jalan lainnya, menurut Dedi, hal ini muncul karena sikap arogan dan pelanggaran terhadap otoritas dan kewenangan di jalan raya.

Parahnya, saat ini kebiasaan rombongan pengguna moge ini menjadi tren dan diikuti para pengguna motor kecil (Mocil).

“Sekarang kan banyak yang pakai mocil, berombongan saat touring maupun non touring yang meminggirkan pengguna jalan lainnya,” kata Dedi.

Baca Juga:  Heboh Polres Cimahi Minta Data Nama hingga Nomor Ponsel Petugas KPPS, Ini Kata Polda Jabar

Dedi mengatakan rombongan mocil ini banyak yang menciptakan prosedur pengawalan sendiri. Mereka menciptakan sirine, rotator, lampu senter, bahkan pentungan sehingga berani meminggirkan pengguna jalan lainnya.

“Jadi atribut pengawalan yang biasa dipakai pihak kepolisian itu digunakan warga sipil sebagai pelengkap kendaraan mereka agar bisa konvoi dan meminggirkan orang lain. Padahal mereka tidak memiliki otoritas dan kewenangan beraktivitas seperti itu di jalan raya,” kata Dedi.

Sebagai penutup, Dedi Mulyadi meminta polisi segera menindak para pengguna moge maupun mocil yang mengunakan atribut-atribut seperti itu. (Red)