Soal Pelibatan Militer Dalam Penanganan Teroris, Ini Kata Peneliti Unpad

JABARNEWS | BANDUNG – Peneliti Bidang Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad), Dr Yusa Djuyandi mengatakan perlu adanya kontrol demokrasi dalam pelibatan TNI dan militer dalam penanganan terorisme.

Dia menjelaskan, kontrol demokrasi sangat diperlukan supaya negara atau pemerintah dalam keterlibatan penanganan teroris tidak didasari muatan politis dan muatan emosional. Sehingga, lanjut dia, pemerintah tidak mudah memberikan cap, stempel, dan label teroris.

“Tanpa adanya kontrol yang demokratis, tiba-tiba misalkan militer kemudian dilibatkan ini akan bisa menjadi satu tanda tanya besar dan bisa saja Kemudian dipersoalkan oleh banyak komunitas,” kata Yusa dalam webinar Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme secara virtual lewat aplikasi Zoom di Bandung, Sabtu (7/11/2020).

Baca Juga:  Baru Sembilan Daerah di Jabar yang Terapkan ASO, Ini Penyebabnya

Menurutnya pelibatan militer dalam penanganan teroris diperbolehkan karena merupakan bagian dari Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Akan tetapi, tambah Yusa, pelaksanaan sendiri tidak boleh dilepaskan dari prinsip seperti objektivitas dan legitimasi.

Baca Juga:  Antrean Kendaraan Menuju Palabuhanratu Sampai 35 Kilometer, Polisi Minta Ini ke Masyarakat

Dia mengungkapkan, dasar hukum sebagai legitimasi dari pelibatan tersebut yakni UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada pasal 7 ayat 2 UUD bahwa tugas pokok TNI dalam aspek salah satunya adalah mengatasi aksi terorisme.

“Dalam penciptaan keamanan militer TNI dilibatkan dalam penanganan terorisme maka ini harus dipenuhi oleh pemerintah selaku pemegang kekuasaan, dia harus objektif dalam kemudian mendefinisikan terorisme itu,” ungkapnya.

Baca Juga:  Nama Ahok Masih Jadi Pilihan Masyarakat Di Bursa Pilgub DKI Jakarta

Tak Hanya itu, Yusa menyebut, pelibatan militer dalam strategi anti terorisme adalah rencana pemerintah untuk menggunakan instrumen kekuatan nasional dalam menetralisir teroris organisasi dan jaringannya agar tidak dapat menggunakan kekerasan dan menanamkan rasa takut.

“Jika sudah mengganggu keamanan negara maka militer bisa dilibatkan tapi dengan menggunakan kontrol demokratis jadi selama kelompok itu kemudian menggunakan kekerasan dan menanamkan rasa takut militer bisa dilibatkan,” tutupnya. (Rnu)