Cegah Penularan Covid-19 di Pengungsian dengan Protokol 3M

JABARNEWS | JAKARTA – Memasuki musim hujan, potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor dan cuaca ekstrem menjadi ancaman setiap tahunnya.

Belum lagi ancaman bencana lain yang sangat tinggi di Indonesia seperti gempa bumi dan erupsi gunung api. Tahun ini, dengan adanya pandemi Covid-19, beban risiko bencana menjadi ganda. Pengendalian Covid-19 harus dilakukan bersamaan dengan penanganan bencana.

Oleh sebab itu, penanganan bencana khususnya di lokasi pengungsian tidak lagi bisa dilakukan seperti saat situasi normal atau tidak ada pandemi. Penerapan protokol kesehatan ketat harus diterapkan di lokasi pengungsian agar tidak terjadi penularan virus di tempat banyak orang berlindung pascabencana.

Epidemiolog Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani mengatakan, pemerintah harus fokus kepada pengendalian dalam kondisi yang tidak normal ini. Cara pengendalian di masa normal tidak bisa diterapkan.

Apalagi saat ini sudah masuk musim hujan, di beberapa daerah sudah terjadi banjir, longsor, bahkan ada potensi gunung meletus.

Baca Juga:  Ini Rencana Program 100 Hari Kerja Walikota Bandung Baru

“Dari sisi higienitas, masyarakat kita mengalami kesulitan, apalagi jika terjadi banjir. Sanitasi lingkungan semakin buruk sehingga bisa menyebabkan penyebaran Covid-19 semakin besar,” katanya kepada Suara Pembaruan, di Jakarta, Minggu (8/11/2020).

Laura mengungkapkan, pemerintah harus menyiapkan sanitasi lingkungan pengungsian dengan baik. Selain itu, penerapan protokol kesehatan juga harus dilakukan terutama menjaga jarak.

“Kelompok rentan dan komorbid perlu dipisahkan dari kelompok produktif. Namun, jika berada dalam satu keluarga tidak perlu dipisah,” ucapnya.

Pemisahan diperlukan karena kelompok produktif memiliki mobilitas tinggi. Untuk itu, sangatlah rawan ketika kelompok rentan berinteraksi dengan kelompok produktif apalagi jika ada orang tanpa gejala.

Di tempat pengungsian juga harus disiagakan tenaga kesehatan. Sebelum pandemi, kehadiran dokter di lokasi pengungsian tidak terlalu dibutuhkan.

Layanan khusus lain yang perlu dilakukan di pengungsian selama pandemi adalah pemeriksaan rutin seperti rapid test bisa saja dilakukan. “Namun lebih disarankan swab test yang lebih valid dari rapid test,” ucapnya.

Baca Juga:  Sepi Peminat, Pendaftar CPNS 2018 Di 5 Instansi

Namun jika secara anggaran tidak memungkinkan, bisa dilakukan dengan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan. Jika ada yang mengalami keluhan ringan atau gejala Covid-19 bisa diisolasi sebelum mendapat diagnosis lebih lanjut.

Pemerintah daerah juga harus terus memperbarui informasi terkini kondisi cuaca, potensi bencana di wilayahnya masing-masing. Hal ini akan membantu upaya kesiapsiagaan pengungsian selama pandemi.

Panduan

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati juga mengungkapkan, saat ini Kementerian Kesehatan sudah membuat panduan protokol kesehatan di lokasi pengungsian. Dinas kesehatan juga sudah aktif melakukan pengecekan di daerah khususnya jika ada lokasi pengungsian.

“Pandemi ini sudah cukup lama, dari sisi komitmen sudah bagus dan kesadaran sudah semakin tinggi,” imbuhnya.

Seiring meningkatnya potensi bencana, maka protokol kesehatan harus mutlak dilakukan.

Baca Juga:  Sejumlah Ruas Jalan Di Purwakarta Ditutup, Ini Jalurnya

Ia menjelaskan, saat banjir di Cilacap misalnya, pemda sudah menerapkan protokol memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) di lokasi pengungsian. Sempat ditemukan pengungsi yang reaktif karena sebelumnya orang tersebut sedang melakukan isolasi mandiri di rumah dan kebanjiran. Namun pasien tersebut lantas diungsikan dan meneruskan isolasi di rumah sakit.

“Jadi bukan tertular di lokasi pengungsian,” imbuhnya.

Raditya pun berharap tetap harus ada pemantauan dan tidak boleh lengah di pengungsian dan masyarakat pun harus tetap menjalankan protokol kesehatan.

Sejak 1 Januari-8 November 2020, tambahnya, sudah terjadi 2.475 kejadian bencana. Banjir mendominasi kejadian sebanyak 888 diikuti puting beliung 716 kejadian dan tanah longsor 471 kejadian.

Jumlah korban meninggal mencapai 322 orang dan 26 orang hilang. Jumlah orang menderita dan mengungsi mencapai 5,3 juta jiwa dan 488 orang luka-luka. Dampak kerusakan rumah dan bangunan pun mencapai puluhan ribu. (Red)