Penangkapan Edhy Prabowo Bakal Turunkan Elektabilitas Partai Gerindra

JABARNEWS | BANDUNG – Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdampak terhadap Partai Gerindra.

Sebelum dikabarkan mengundurkan diri partai besutan Prabowo Subianto itu, Edhy Prabowo merupakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.

Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, kasus yang menjerat Edhy Prabowo bakal terekam dalam memori kolektif publik, sehingga akan berpengaruh terhadap Partai Gerindra.

“Dengan kasus ini bisa berpotensi menurunkan elektabilitas Prabowo sebagai capres dan juga dukungan terhadap Gerindra pada Pemilu 2024,” kata Karyono, di Jakarta, Sabtu (28/11/2020), dilansir dari Antara.

Menurut dia, operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Edhy Prabowo tidak hanya berdampak pada elektabilitas Partai Gerindra. Elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto akan paling terkena dampaknya.

Baca Juga:  Tiga Tempat Munggahan Di Pangandaran Yang Banyak Dikunjungi Wisatawan

Apalagi, Prabowo Subianto masih digadang-gadang bakal maju menjadi calon presiden 2024. “Peristiwa ini menjadi bahan pertimbangan publik untuk melakukan penilaian terhadap integritas Gerindra,” ujarnya.

Terlebih, imbuh dia, Partai Gerindra kerap menggaungkan narasi antikorupsi dalam kampanyenya, sebagaimana yang selalu dilontarkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Dengan adanya kasus korupsi Edhy Prabowo, maka spirit antikorupsi dan penyelenggaraan pemerintahan bersih yang digaungkan Prabowo Subianto maupun Partai Gerindra saat kampanye, kini telah menjungkirbalikkan persepsi publik.

“Publik akan menilai bahwa semangat antikorupsi sekadar jargon dan retorika,” kata Karyono Wibowo.

Baca Juga:  Ini Respon Emil Terkait Wacana PNS Kerja dari Rumah

Kasus korupsi besar yang melibatkan kader dan pimpinan parpol, apalagi kader partai yang menjadi pejabat publik, kata dia, biasanya memiliki dampak elektoral yang berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan publik, hingga berujung menurunkan tingkat dukungan.

Dia mencontohkan, kasus suap Gubernur Bank Indonesia yang melibatkan sejumlah kader dan pimpinan PDIP sekitar tahun 2008. Contoh lain adalah kasus korupsi yang menjerat Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin serta sejumlah kader dan pimpinan Partai Demokrat.

Kasus korupsi Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dan Sekjen Golkar Idrus Marham dan sejumlah kader Golkar lainnya, juga berdampak pada penurunan kepercayaan publik terhadap Golkar.

Baca Juga:  Satgas Covid-19 Karawang Pastikan Seluruh TPS Steril, Warga Diminta Untuk Ini

Demikian pula kasus korupsi besar yang menimpa Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq dan kasus Ketua Umum PPP Romahurmuziy, yang telah memiliki kontribusi terhadap penurunan kepercayaan dan dukungan suara.

“Demikian dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat kader-kader Gerindra, tentu berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan dan dukungan suara,” katanya.

Namun, kata Karyono, dampak penurunan elektabilitas tergantung masif atau tidak kasus korupsi ini menjadi perbincangan publik.

“Jika dugaan kasus korupsi ini benar dilakukan secara sistemik dan menjadi wacana publik secara terus menerus, maka dampaknya bisa signifikan dalam menurunkan dukungan suara,” ucapnya. (Red)