Menanggapi Pernyataan Menteri Agama Republik Indonesia, Gus Yaqut Cholil Qoumas

Penulis: Nata Sutisna (Mahasiswa S1 Universitas Az-Zaitunah Tunisia)

Saya setuju dengan pernyataan Gus Menteri Yaqut Cholil Qoumas yang mengatakan “Jika ada perbedaan pandangan, jika ada perbedaan keyakinan, jika ada perbedaan pendapat terkait dengan hal-hal keagamaan, kita selesaikan dengan dialog. Kementerian Agama siap untuk memberikan fasilitas mereka untuk berdialog”.

Pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia ini senada dengan pemahaman yang telah saya dapatkan pada Muqorror Jami’i ” Al-Madkhal ila Ats-Tsaqofah Al-Islamiyyah” yang disusun oleh salah satunya Dr. Khalid Bin Abdullah Qasim Rahimahullah bahwasanya Agama Islam adalah agama yang menjunjung tinggi dialog. Yang mana dialog ini merupakan bagian dari metode Al-Qur’an. Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa Islam itu ” دين الحوار ” atau agama yang menegakkan konsep dialog. Contohnya didalam Al-Qur’an yaitu :

1. Dialog Allah kepada Malaikat dalam surat Al-Baqarah ayat 30 . وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

2. Dialog Allah kepada Rasul-Nya dalam surat Al-Maidah ayat 116: وَإِذْ قَالَ ٱللَّهُ يَٰعِيسَى ٱبْنَ مَرْيَمَ ءَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ ٱتَّخِذُونِى وَأُمِّىَ إِلَٰهَيْنِ مِن دُونِ ٱللَّهِ ۖ

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?”.

Baca Juga:  Pekerja Pabrik Tahu di Cibiuk Garut Tewas Tidak Wajar, Langsung Diselidiki Polisi

3. Dialog Allah kepada Iblis dalam surat Al-A’raf : 12: قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍ

“Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”.

Dan masih banyak contoh ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa “dialog” itu merupakan “منهج قرآني”. Maka dari itu, jika suatu saat nanti di Indonesia terjadi dialog antar umat beragama, tentunya jangan sampai membuat dialog yang asal-asalan dan sembarangan. Saya yakin, level Kementerian Agama pasti memenuhi tujuan-tujuan dan adab-adab dalam melakukan dialog yang baik dan benar.

Berangkat dari hal ini,  sebagaimana pemahaman yang telah saya dapatkan pada bab ” الحوار بين الحضارات ” bahwasanya “dialog” harus dilakukan dengan adabnya dan orang yang melakukan dialog harus menegakkan adab-adab itu sehingga tercapai kemaslahatan diantara umat beragama.

Adapun adab-adab dalam berdialog adalah:

1. حسن القصد من الحوار : وذالك بالإخلاص لله والرغبة في طلب الحق . Dialog harus dilakukan dengan tujuan yang baik. Ikhlas untuk meraih ridho Allah dan didasari dengan keinginan untuk mencari kebenaran. Allah SWT menyampaikan dalam firmannya surat Al-Bayyinah ayat 5 :

وَمَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِيَعۡبُدُوا اللّٰهَ مُخۡلِصِيۡنَ لَـهُ الدِّيۡنَ

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama ”

Oleh karena itu, dialog harus didasari dengan tujuan yang baik dan didasari dengan ikhlas tanpa ada tujuan yang buruk melainkan hanya untuk meraih ridha Allah SWT semata.

Baca Juga:  Nekat Curi Pompa Air Demi Uang Jajan, Tiga Remaja di Tasikmalaya Nyaris Diamuk Massa

2. العلم : فلا حوار بلا علم . Dialog harus dilakukan berdasarkan ilmu dan orang yang melakukan dialog pun harus dipastikan sebagai orang yang berilmu pada bidangnya. Allah SWT telah menyebutkan didalam Al-Qur’an tentang orang yang berdebat tanpa ilmu. Allah berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 8 :

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُجَٰدِلُ فِى ٱللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَٰبٍ مُّنِيرٍ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya ”

Artinya dialog tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang dan tidak berilmu. Karena ketika dialog dilakukan oleh orang yang tidak berilmu dalam bidangnya, maka tidak akan tercapai kemaslahatan dari dialog tersebut.

3. التزام القول الحسن ، وتجنب منهج التحدي والإفحام . Dialog harus dilakukan dengan perkataan yang baik. Orang yang berdialog harus menjauhi segala perbuatan yang bersifat merendahkan, angkuh dan sombong. Allah telah mengingatkan kita dalan firmannya pada surat An-Nahl ayat 125.

… وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ..

“Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik ”

Ini merupakan cambuk bagi kita agar senantiasa menjaga diri dari perkataan yang buruk. Islam telah mengajarkan kita agar senantiasa menggunakan perkataan yang baik ketika berbicara kepada siapapun.

4. التواضع واللين والرفق من المحاور و حسن الإستماع وعدم المقاطعة والعناية بما يقوله المحاور . Orang yang melakukan dialog harus bersifat rendah hati, lembut, penuh cinta, senantiasa mendengarkan dengan baik, tidak menyela, dan memperhatikan dengan baik apa yang disampaikan oleh lawan bicara. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Taha ayat 44 :

Baca Juga:  Hadapi Musim Kemarau, Warga Cianjur Diminta Siapkan Penampungan Air

فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

“Maka berbicaralah kamu berdua dengan kata-kata yang lembut , mudah-mudahan ia ingat atau takut “.

5. الحلم والصبر . Orang yang berdialog harus memiliki sifat al-Hilm dan sabar. Artinya adalah orang yang melakukan dialog harus mampu menahan amarah dan emosi serta mampu mengendalikan hawa nafsunya. Allah telah memberikan petunjuk kepada kita dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 134 :

… وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

6. العدل والإنصاف . Orang yang melakukan dialog harus berlaku adil dan tidak boleh menolak kebenaran sekalipun dari lawan bicaranya. Ia harus berpikir dengan jernih dan tidak fanatik sehingga ketika ia fanatik maka kemungkinan ia tidak mau menerima kebenaran yang datang dari lawan bicaranya. Allah telah memperingatkan kita dalam firmannya pada surat Al-Maidah ayat 8 :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Saya berharap dan berdoa agar Indonesia senantiasa menjadi negeri yang damai, rukun, dan senantiasa menjaga tenun persatuan diatas berbagai perbedaan. (*)

*Isi tulisan ini sepenunya tanggungjawab penulis