DPRD Jabar Khawatirkan Utang Pemprov Untuk Pembangunan Tak Tepat Sasaran

JABARNEWS | BANDUNG – DPRD Provinsi Jawa Barat mengkhawatirkan utang Pemerintah Provinsi (Pemprov) senilai 4 triliun yang diperuntukkan pembangunan, ditakutkan tidak tepat sasaran.

Sebelumnya, (Pemprov) Jabar memiliki utang sebesar Rp4 triliun ke salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Rp1,8 triliun untuk APBD Perubahan 2020 dan Rp2,2 triliun untuk APBD Murni 2021. Utang tersebut tidak dikenai bunga, hanya dibebani biaya provisi 1% atau Rp40 miliar dan biaya administrasi 0,185% atau Rp7,4 miliar.

Baca Juga:  Tangani Covid-19, Ridwan Kamil Akan Perkuat Puskesmas

“Yang saya khawatirkan begini, jangan sampai kita sudah berutang tapi pembangunan kemudian kurang tepat sasaran,” kata Anggota Komisi IV DPRD Jabar, Daddy Rohanady saat dihubungi jabarnews.com, Jumat (1/1/2021).

Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, Daddy menyebut, ada satu cabang dinas OPD yang hanya mendapat belanja sekitar 2 miliar di tahun 2021. Tapi, lanjut dia, belanja yang digunakan untuk satu alun-alun itu dialokasikan ada yang sampai 15 miliar.

Baca Juga:  BMKG Minta Warga Yang Ada Di Daerah Ini Perlu Waspadi Banjir

“Itu kan menurut saya agak kurang logis, kurang pas. Ini kan repot buat kita. Saya sampaikan, kenapa saya bilang kurang tepat sasaran,” jelasnya.

“Jangan sampai tujuannya ingin mensejahterakan masyarakat tapi yang dibangun cuman alun-alun,” tambahnya.

Oleh karena itu, Daddy meminta seluruh stake holder rerkait untuk melakukan pengawasan dan memantau pembangunan yang menelan anggaran besar dari sumber Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) atau dana utang.

“Ini yang menurut saya harus betul-betul pengawasannya harus ekstra ketat. Saya rasa semua stake holder jawa barat aware (sadar) soal ini,” ucapnya.

Baca Juga:  Kasus DBD di Kabupaten Ciamis Meningkat, Herdiat Sunarya Terbitkan SE Kesiapsiagaan

Daddy juga mengungkapkan bahwa seharusnya Pemprov Jabar menjadikan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang sudah disetujui untuk menjalankan program atau kebijakan pembangunan. Karena, sambung dia, di dalam RPJMD memuat indikator kinerja dan target utama tiap tahun.

“Itu (RPJMD) harus jadi pedoman, kalau tidak. Rasanya terlalu naif, kita jadi tolol semua. Tinggal bagaimana konsekuensi mengejar itu semua,” tutupnya.