Dedi Mulyadi: Hapus Subsidi Pupuk dan Serukan Revolusi Hijau

JABARNEWS | JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi menyerukan revolusi hijau, yakni mengubah pertanian kimia ke organik. Gerakan itu dilakukan agar pemerintah tidak usah lagi mensubsidi pupuk.

Hal itu disampaikan Dedi mengomentari pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut subsidi pupuk Rp 33 triliun tidak berdampak signifikan kepada negara.

Menurut Dedi, gerakan revolusi hijau itu adalah mengubah sistem pertanian dari menggunakan pupuk kimia seperti urea, MPK dan sejenisnya, ke pupuk organik. Gerakan ini dilakukan dengan mengembangkan pangan paripurna berbasis peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan.

Dedi mengatakan, sebenarnya petani Indonesia sudah lama menggunakan sistem pertanian organik berbasis alam. Namun pada tahun 1976 hingga 1980, sistem tersebut diubah pemerintah Soeharto menjadi pertanian kimia. Akibatnya petani menjadi tergantung pada pupuk subsidi.

Selain itu, sistem irigasi berubah. Pertanian menjadi terpisah dengan peternakan, perikanan dan kehutanan. Ada mata rantai makanan yang terputus di kalangan petani.

Baca Juga:  Fadli Zon Akan Jadi Saksi Kasus Penyebaran Berita Bohong Habib Bahar

“Ini dosa negara masa lalu. Kita harus ubah kembali. Caranya dengan revolusi hijau. Sistem pertanian dikembalikan lagi pada organik,” tandas Dedi dilansir dari laman Kompas.com, Selasa (12/1/2021).

“Ibaratnya kau yang memulai dan kau juga yang harus mengakhiri,” kata Dedi.

Dampak pupuk subsidi – Dedi menyatakan, pidato Presiden Jokowi soal subsidi pupuk dan hasilnya pada negara merupakan sebuah evaluasi untuk semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan pertanian.

Ia menjelaskan, terkait subsidi pupuk, pihaknya memandang tentang perlindungan para petani tradisional. Para petani mengeluarkan biaya produksi mahal. Mulai dari biaya pengolahan sawah, bajak, dan tanam padi. Rata-rata biaya itu cukup mahal. Sebut saja, jasa menyangkul saja selama setengah hari adalah Rp 70.000.

Nah biaya produksi itu sedikit banyak terbantu oleh pupuk subsidi. Sebab, jika tidak ada subsidi pupuk, hasil panen petani akan minus.

Baca Juga:  Pengendalian Pandemi COVID-19 di Jabar Dapat Pujian Doni Monardo

Dedi menjelakaskan, petani dengan lahan 1 hektar lebih ketika mendapat pupuk subsidi, mungkin ada sedikit sisa hasil panen. Ada margin dari subsidi pupuk.

Sementara kalau sawah di bawah 1 hektar, para petani tidak menghitung biaya, tenaga dan hasil. Yang ada dalam pikiran mereka adalah untuk menyambung hidup.

“Yang penting hidup nyambung aja. Hanya untuk kebutuhan makan. Sebagian kecil dijual untuk sekolah anak dan kebutuhan mendesak lainnya,” kata Dedi.

Memang, kata Dedi, dari sisi aspek ekonomi produksi, hasil panen tersebut tidak kena dalam hitungan kalkulasi ekonomi. “Tapi kalau dilihat dari sisi ketahanan pangan, ini kena,” kata Dedi Mulyadi.

Menurut Dedi, kalau kelompok petani kecil ini kemudian tidak lagi menggunakan pupuk subsidi, yang pada akhirnya tak punya kemampuan menanam padi, maka beban negara jadi makin tinggi. “Impor beras kita makin tinggi, dan itu mengancam devisa,” tandasnya.

Baca Juga:  Wisata Puncak Rindu Alam Cianjur, Tempat Cocok Untuk Menikmati Senja

Kendati demikian, Dedi setuju jika pemerintah mencabut subsidi pupuk dan membiarkan harganya sesuai pasar. Namun syaratnya adalah ketika mereka panen, produksi pertaniannya dibeli pemerintah. Hal itu seperti yang dilakukan negara Thailand. Ketika padi petani dibeli, harganya dinaikkan 10 persen dari harga dasar gabah. Margin 10 persen itulah keuntungan petani.

“Misalnya harga dasar gabah kering giling Rp 420.000 per kuintal. Tinggal nambah Rp 42.000. Sepuluh persen itulah keuntungan petani selama 3 hingga 4 bulan,” ujar Dedi.

Ia menilai, metodologi ini jauh lebih menguntungkan dibanding subsidi. “Subsidi yang terus menerus, benefitnya apa, harusnya peningkatan produksi berarti swasembada. bagus2 bisa ekspor. walau 2 tahun ini tak eksekor.

Selain itu, ketika subsidi pupuk dihilangkan, maka Kementerian Pertanian hingga Dinas Pertanian di daerah harus melakukan revolusi hijau. (Red)